Artikel ini merupakan tanggapan dari artikel http://edukasi.kompasiana.com/2012/07/24/memerangi-hawa-nafsu-memerangi-jihad-tertinggi/ Artikel dari Omjay, guru SMPku yang berjasa mengenalkanku pada dunia tulis.
Setiap orang mempunyai beban hidupnya masing-masing. Â Ada yang diuji dengan harta, jabatan, atau sosial. Ada yang diuji dengan kesusahan, ada yang diuji dengan kesenangan. Ada yang diuji dengan pria, ada yang diuji dengan wanita.
Dikelilingi oleh lingkungan yang berkecukupan, membuatku melihat ujian-ujian yang terlupakan. Mengapa ujian ini jarang diumbar di media-media? Apakah karena dinilai kurang menyentuh? Atau kurang dramatis? Padahal menurutku, ujian menghadapi kesenangan adalah tantangan besar.
Gah, kalo kemewahan sudah kita dapat. Lalu apa ujiannya? Kan kita mau ngapa-ngapain jadi gampang. Di mana letak ujiannya?
***
Bayangkan aku adalah orang miskin. Jadwal makan tergantung dari uluran para penderma. Jika golongan atas bingung memilih menu makan, aku yang golongan bawah tak perlu repot memilih. Menu makananku sudah ditentukan oleh jumlah uang yang kuterima, tak jauh-jauh dari garam, kecap, tahu, dan tempe.
Aku melihat orang-orang golongan atas hidupnya sangat menyenangkan. Pulang pergi naik mobil. Mainan di rumah banyak. Makan apa saja tinggal pilih. Baju-bajunya bagus. Apa lagi yang mereka cari? Mereka tak perlu pusing mencari duit. Aku disini harus menjajakan koran, kadang aku harus meminta.
Karna suatu hal aku sekarang menjadi orang kaya. Anggap saja aku menang undian dan menjadi orang kaya baru. Aku sekarang bisa pulang pergi naik mobil. Mainanku banyak. Baju-bajuku bagus. Aku tak perlu pusing mencari uang. Ujianku sebagai orang miskin telah habis. Aku kini orang kaya.
Ternyata, jadi orang kaya tak semudah yang aku pikirkan. Banyak sekali hal-hal menggoda. Bayangkan sekarang aku adalah seorang wanita cantik. Tubuh ramping, rambut indah layaknya model.
Jika aku miskin, aku tak perlu repot memikirkan baju apa yang harus kubeli. Aku tak punya banyak pilihan dalam memilih baju. Jangankan memikirkan baju apa, untuk makan apa juga masih bermasalah. Asalkan bajuku cukup untuk menutupi tubuhku. Murah juga tak masalah.