Saya bisa saja mencantumkan lebih banyak alasan mengapa saya pilih Tri, tetapi cukup tiga saja yang saya ungkap di sini. Kenapa? Karena tiga adalah Tri.
Ketika Pandemi Tiba
Bosan. Kata itu begitu kuat mencengkeram benak semua orang ketika pandemi korona merajalela. Mereka yang rutin setiap hari berangkat ke kantor, kampus, pasar, atau nongkrong di mal, tiba-tiba harus mengurung diri di rumah. Suka tidak suka harus begitu.
Yang biasa bekerja di kantor mendadak harus bekerja di rumah. Yang rajin beribadah terpaksa beribadah di rumah. Yang getol belajar pun tiba-tiba mesti belajar di rumah.Â
Kalaupun ada orang yang tetap bekerja di luar rumah, tidak lebih karena tuntutan profesi seperti paramedis, jasa layanan antar, atau petugas yang dibolehkan oleh aturan protokol kesehatan. Mau tidak mau mesti begitu.
Bete? Jelas. Boring? Saya pasti merasakannya. Selalu ada saat-saat yang saya tidak bisa mengelak dari serangan bosan. Bagi saya, itu manusiawi. Sebagai anak muda yang sekali-sekali butuh kongko bersama teman-teman, "bekerja di rumah" lama-lama terasa seperti "dipenjara di rumah sendiri". Ke mana-mana dihantui rasa cemas. Apa-apa harus berjarak.
Untung ada Tri. Ini bukan soal #kalahkanjarak saja. Tri memungkinkan saya untuk: (1) melipat jarak ketika berkomunikasi dengan rekan sekantor atau demi urusan kerjaan; (2) memangkas batas tatkala bercengkerama dengan kerabat yang tak bisa saya jumpai akibat karantina wilayah atau PSBB; dan (3) meringkus jemu dengan berselancar di internet saat rasa bosan mulai terasa.
Terkait #kalahkanjarak yang mulai digaungkan Tri sejak masa pandemi, saya justru sudah merasakannya sejak tujuh tahun lalu, misalnya bercakap-cakap melalui Skype dengan pasangan di luar negeri. Belakangan ada cara baru untuk "melunaskan kangen" lewat panggilan video (video call) Whatsapp.
Jadi, sesungguhnya Tri sudah sejak dulu memanjakan pelanggan dengan slogan epik: mudah dan murah.
Akses Internet Nirlimit