Mohon tunggu...
Amel Widya
Amel Widya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PPNASN

Perempuan Berdarah Sunda Bermata Sendu. IG: @amelwidya_ Label Kompasiana: #berandaberahi

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Penembak Misterius dan Seno Gumira Ajidarma

9 Agustus 2018   11:30 Diperbarui: 24 Agustus 2018   20:43 1875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penembak Misterius karya Seno Gumira Ajidarma | Dokpri

Sungguh, saya merasa sedang melihat Alina mengernyit dengan mata terpicing. Entah mengapa tiba-tiba bulu roma saya merinding. Meski bergidik, saya tetap membaca paragraf berikutnya.

Setiap kali hujan mereda, pada mulut gang itu tergeletaklah mayat bertato. Itulah sebabnya Sawitri selalu merasa gemetar setiap kali mendengar bunyi hujan mulai menitik di atas genting.

Rumahnya memang terletak di sudut mulut gang itu. Pada malam hari, kadang-kadang ia bisa mendengar semacam letupan dan bunyi mesin kendaraan yang menjauh. Namun tak jarang pula ia tak mendengar apa-apa, meskipun sesosok mayat bertato tetap saja menggeletak di ujung gang setiap kali hujan reda pada malam hari.

Saya bukan perempuan pemberani. Saya penakut. Membaca tiga paragraf awal sudah cukup untuk memaksa saya meninggalkan serambi, berjalan ke ruang tamu dan mendengus karena tidak ada siapa-siapa, menuju ruang keluarga dan kecewa karena televisi mati, kemudian terpaksa masuk kamar dan mengunci pintu.

Samar-samar saya dengar televisi berbunyi. Barangkali Ayah sekarang sudah di ruang keluarga, tetapi saya telanjur malas meninggalkan dipan. Lebih tepatnya, malas membaca cerpen di depan Ayah dan televisi dengan siaran sepak bola yang bising.

Untuk melihat mayat bertato itu, Sawitri cukup membuka jendela samping rumahnya dan menengok ke kanan. Ia harus membungkuk kalau ingin melihat mayat itu dengan jelas. Kalau tidak, pandangannya akan terhalang daun jendela. Ia harus membungkuk sampai perutnya menekan bibir jendela dan tempias sisa air hujan menitik-nitik di rambutnya dan juga di sebagian wajahnya.

Sumpah, sesuatu di dalam diri saya menuntut agar segera berhenti membaca. Sesuatu yang lain memaksa mata saya tetap mengeja kata demi kata. Rasa penasaran meletup-letup, sementara rasa takut kian menyentak-nyentak. Saya malah sempat menoleh ke jendela.

Pada akhirnya rasa penasaranlah yang menang.

Kemudian, saya kembali menyimak si juru cerita berkisah tentang Sawitri yang merasa bahwa mata mayat-mayat yang tergeletak di ujung gang begitu banyak bercerita. 

Malahan Sawitri merasa sepasang mata mayat-mayat itu berteriak bahwa mereka belum mau mati, masih ingin kelonan dengan istri, masih ingin mengecup kening atau membelai rambut anak-anak, dan mata mereka membeliak bak berteriak menolak takdir.

Sementara itu, tetangga-tetangga Sawitri bergembira setiap kali melihat mayat bertato tergeletak di mulut gang. Sawitri tidak ikut-ikutan mengerumuni mayat. Ia tetap di dalam rumah mendengar apa saja yang dipercakapkan oleh tetangganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun