Setelah mengulas novel Aster untuk Gayatri karya Irfan Rizky, saya kembali didaulat di Grup WA Klub Buku Katahati untuk membedah cerpen karya Maria Widjaja.Â
Adapun cerpen yang saya ulas adalah Tafsir: Kisah Kasih Tragedi Tradisi. Saya suka cara Maria dalam menyajikan cerita, tentu dengan beberapa catatan.Â
Antara jatuh cinta dan mengungkapkan isi hati tidaklah sama. Yang pertama dapat menimpa siapa saja dan bisa terjadi kapan saja, yang kedua tidak serta-merta mampu dilakukan oleh semua orang yang jatuh cinta.
Ringkasan Kisah
Segelintir orang yang jatuh cinta kadang memilih memendam perasaan alih-alih menyatakan kepada orang yang dicintainya. Begitulah yang dialami Baskoro, lelaki bersuku Jawa, yang jadi tokoh utama dalam cerita anggitan Maria Widjaja. Lelaki itu jatuh hati kepada seorang gadis keturunan Tionghoa.
Ia tahu bahwa ia jatuh hati, tetapi ia tidak langsung menyatakan perasaannya. Ada dua alasan. Pertama, perbedaan etnis dan tradisi. Kedua, rentang usia yang jauh berbeda.
Setelah melewati pergulatan batin yang melelahkan, Baskoro akhirnya menyingkap isi hatinya. Namun apa daya, gadis yang ia kasihi ternyata menampik uluran cintanya. Dua alasan yang selama ini memberati pikiran Baskoro ternyata menjadi gara-gara penolakan si pujaan hati. Baskoro tidak dapat berbuat apa-apa. Hanya pasrah.
Meski begitu, Baskoro tidak patah arang. Ia mulai menjelajahi ingatan tatkala mulai terdedah tirai pembeda etnis--pada peristiwa awal reformasi di tanah air--dan mendatangi tempat-tempat bernuansa etnis Tionghoa.
Cinta memang harus diupayakan, bukan didiamkan. Bukan sekadar mengulik harapan yang mengusik ingatan, melainkan sekalian membuka tabir kesadaran atas perbedaan.
Beberapa Catatan bagi Maria
Plot yang digunakan Maria dalam menata cerita termasuk alur maju. Namun, pada beberapa bagian terdapat kilas balik. Maria menggunakan patokan kilas balik lewat kalimat "peristiwa tujuh belas tahun lalu". Pijakan alur cenderung "menyesatkan pembaca" karena beberapa penggalan cerita tidak disajikan lewat narasi yang mendetail.