Mohon tunggu...
Amelia Nur Fauziah
Amelia Nur Fauziah Mohon Tunggu... Human Resources - Public Relations

hello, its me!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pentingnya Memperjuangkan Kesejahteraan Pekerja Film di Era Pandemi Covid-19

30 April 2021   16:15 Diperbarui: 30 April 2021   17:19 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi shooting film. (freepik/nampix)

Sejak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan penyebaran virus corona ini sebagai pandemi, kegiatan perfilman di berbagai belahan dunia mengumumkan penundaannya. 

Tak hanya gelaran festival, bisnis bioskop di berbagai belahan dunia pun terpukul. Sebagian bioskop di wilayah yang masih tergolong aman menerapkan peraturan duduk berjarak. Tiap penonton harus memberi ruang satu kursi kosong demi menahan penyebaran corona. 

Namun, bagi yang berada di wilayah darurat corona, beberapa memilih tutup total. Keputusan sulit ini terpaksa diambil imbas dari sejumlah film yang dijadwalkan tayang bulan ini memutuskan menunda perilisannya. Beberapa film yang sedang dalam masa produksi pun memutuskan berhenti.

Meski kasus Covid-19 telah tersiar sejak akhir 2019, industri film Indonesia nyatanya benar-benar terhenyak, begitu wabah ini dinyatakan masuk Indonesia pada Maret 2020. Pencegahan penularan virus corona membuat ruang gerak masyarakat untuk berkumpul jadi dibatasi. 

Bioskop dan insan perfilman ikut terdampak, mereka mau tidak mau harus menghentikan kegiatan operasional dan produksi film. Untuk pertama kalinya, angka box office Indonesia berjumlah nol, karena jaringan bioskop terpaksa ditutup. 

Mau tak mau, proses produksi beberapa film dihentikan untuk sementara sampai batas waktu yang belum ditentukan. Imbasnya, sebagian pekerja kehilangan pendapatan. Umumnya, kru film adalah pekerja lepas yang bisa dibayar per proyek, atau secara harian. Itu berlaku dari sutradara, penata kamera, penata suara, penata rias hingga driver, pembantu umum, operator kamera, gaffer, dan masih banyak lagi. 

Beberapa dari mereka yang tidak ada pendapatan, bahkan banting setir. Ada yang melakukan sharing ilmu, syuting dari rumah, berkreasi dengan stop motion, bahkan melakukan sesuatu yang tak berhubungan dengan ranah kerjanya, seperti berjualan makanan secara daring. 

Keadaan sulit ini mempengaruhi banyak sektor di Indonesia, terutama dalam ketenagakerjaan, termasuk para pekerja seni di tanah air. Hingga saat ini, pekerja film masih banyak menghadapi kesulitan. Tidak semua pekerja film yang jumlahnya banyak di tiap departemen itu memiliki stabilitas arus pemasukan. Sifat pekerja film yang rata-rata pekerja lepas (freelancer) dengan sistem kontrak membuat mereka selalu diliputi ketidakpastian dalam hal finansial. Keadaan ini karena peraturan pemerintah yang melarang seluruh kegiatan yang memicu keramaian. 

Baca juga: Film Indonesia seperti Kerakap diatas Batu

Peran Asosiasi Film Indonesia

Akibatnya, berbagai kegiatan seni harus dihentikan yang artinya banyak pekerja seni yang terpaksa menganggur. Ironisnya di saat masyarakat diminta untuk tetap di rumah, dan para pekerja seni ini menganggur, justru merekalah yang menghibur kita via daring.Untuk mereka yang kurang beruntung, beberapa insan film melakukan bantuan. Dikutip dari laman Lokadata, Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI) telah menyalurkan bantuan berupa uang kepada 100 pekerja seni lepasan (freelancer).

Meski keadaan sulit, sebagian pekerja film mencoba mencari celah untuk tetap berkarya demi menunjang kehidupan. Dikutip dari laman Info Screening, Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI) membuat gagasan yang bagus yaitu dengan mengadakan penggalangan dana untuk para pekerja film tanah air. 

Melalui platform penggalangan dana, Kitabisa.com, APROFI menggalang dana untuk meringankan beban para pekerja film yang terdampak pandemi COVID-19. Begitu pun Asosiasi Sutradara Indonesia IFDC yang menggelar diskusi dan workshop daring dengan sistem donasi.

Inisiatif yang disampaikan oleh APROFI tersebut semakin lama semakin meluas jaringannya. Seperti saat ini makin banyak yang menggelar diskusi via daring, seperti yang dilakukan oleh Visinema, Kineforum, dan Kinosaurus. 

Para pembuat film pun mengembangkan idenya, banyak yang tak ragu menampilkan karyanya di Youtube. Tidak menutup juga kemungkinan ada festival yang tetap terselenggara secara daring. Bahkan saat proses pitching proyek film yang biasanya dilakukan tatap muka, di masa pandemi seperti ini mau tidak mau harus tetap secara daring. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun