Mohon tunggu...
Shita R.Rahutomo
Shita R.Rahutomo Mohon Tunggu... Administrasi - perempuan penyuka traveling, seni, masak dan kuliner juga hujan

Officer, menulis, gila baca, traveling, blogger, makan dan masak enak, ingin jadi ibu yang baik dan bermanfaat bagi sesama, pemimpi,

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menanamkan Nilai Kehidupan Pada Anak Melalui Wisata Budaya

27 Oktober 2015   14:49 Diperbarui: 27 Oktober 2015   14:49 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selesai menjelajah Keraton Yogyakarta kami menuju tempat pembuatan batik yang tak jauh dari Keraton dengan naik becak. Di tengah perjalanan kami melewati pohon Beringin Kembar yang dipercaya masyarakat setempat bertuah. (Mohon tidak mengkait-kaitkan ini dengan syirik, hanya sebagai info tambahan). Konon, siapapun yang memiliki cita-cita jika ingin tahu cita-citanya terkabul atau tidak cukup melewati ruang di antara kedua pohon itu berada tanpa dipandu.Pada bulan Suro alun-alun akan penuh dengan manusia yang tirakat mengelilingi benteng istana hingga dini hari. Konon lagi, jika salah satu pohon tumbang atau patah dahannya maka menjadi pertanda akan ada musibah yang melanda Yogyakarta. Yang terakhir menurut cerita warga, ketika salah satu Beringin patah cabang besarnya hingga habis tersambar petir tahun 2006, tak lama kemudian terjadilah gempa Yogja. Percaya atau tidak? Terserah anda.

Dengan menyewa penutup mata seharga Rp 5000,00 Ashka dan Daffa dengan antusias mencoba. Ashka dalam satu kali perjalanan, fokus langsung melewati kedua pohon beringin dengan mulus. Tapi Kakak justru berputar-putar di sekitar pohon tanpa mampu menembusnya. tapi ia tak putus asa. Dengan bersemangat ia ulang lagi dan lagi. Hingga pada percobaan yang ke empat akhirnya Kakak mampu melewatinya dengan baik. Yeayyyy....! Kata Kakak penuh semangat.

"Artinya apa Kak, setelah mampu melewati Ringin Kembar?"

"Aku tidak boleh gampang menyerah kalau punya cita-cita Ibu!"

"Bagus sekali! Ingat itu baik-baik ya!" Ia mengangguk penuh semangat.

Pak Becak sampai tertidur menunggu kami. Akhirnya kami menuju Kampung Batik. Melihat proses bagaimana Batik tulis dibuat dari awal hingga akhir. Yang pertama, penyiapan kain. Yang kedua, menggambar sesuai jenis batik yang diinginkan. Bisa motif Parang Rusak, Parang Kencono untuk keluarga bangsawan, Sida Mukti untuk kekayaan, truntum untuk pemakaian sehari-hari dan lain-lain. Setelah menggambar motif yang menhabiskan waktu dua minggu proses selanjutnya adalahpemberian malam untuk menajamkan motif yang dibuat. Setelah itu direndam dalam cairan warna sebagai pewarnaan. batik Jogja umumnya menggunakan warna-warna natural seperrti coklat tanah yang kita kenal dengan nama sogan. Setelah pewarnaan, dicuci untuk melepaskan malam. Semakin banyak warna yang dipakai semakin lama waktu pemrosesan. karena itulah harga batik tulis mahal karena membutuhkan 2 atau 3 bulan sampai batik selesai dikerjakan. Lama  bukan?

Dari sinilah anak-anak belajar menghargai suatu karya. Jika anak tahu bagaimana proses sebuah produk dikerjakan maka ia akan belajar menghargai usaha orang lain. Ashka  dan Daffa terlihat antusias melihat proses demi proses pembuatan batik secara tradisional. Ia mencoba memakai canting untuk menebalkan pola yang sudah terbentuk. Para pekerja di workshop batik dengan sabar mengajari keduanya. Bukankah belajar dengan hati membuat proses belajar terasa lebih menarik dan menyenangkan?

Oh ya ketika kami mau pulang, kami sempat jalan-jalan ke Pemandian Tamansari tempat para putri kerajaan menghabiskan waktu liburan dengan bermain air dan mandi karena kebetulan lokasi Tamansari tak jauh dari Kampung Batik yang kami kunjungi. Suasana kampungnya bersih dan tertata rapi. Kami tertarik dengan usaha pengolahan sampahnya yang telah memilah sampah dengan teratur dan seluruh warga dengan penuh kesadaran mengikuti aturan pemilihan sampah ini. Sampah tersebut dikumpulkan dalam Bank sampah yang hasilnya dapat dinikmati warga sekitar. Ini membuat kami bertekat membuat sistem pemisahan sampah dan merecycle sampah sebanyak yang kami bisa. Terutama sampah organik yang akan kami gunakan sebagai bahan kompos. Apalagi tren hidup green living mulai membudaya. Anak-anak juga tertarik dan setuju menerapkan sistem yang sama di rumah kami nanti. Aih senangnya punya anak-anak yang peduli dan cinta lingkungan.

Semoga liburan di Yogya ini memberikan kesan yang mendalam di dalam benak anak-anak dan menjadi pelajaran berharga yang akan mereka bawa sampai dewasa nanti bahwa tak ada sukses yang terjadi tanpa kerja keras. Takkan ada hubungan yang berarti tanpa saling menghargai. Tak ada sebuah karya tercipta tanpa ketelitian dan kesabaran.

Sampai jumpa di liburan lainnya!

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun