Mohon tunggu...
Amas Mahmud
Amas Mahmud Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi

Melihat mendengar membaca menulis dan berbicara

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik, Sosialisme, dan Kapitalisme

22 April 2022   16:20 Diperbarui: 8 Mei 2022   23:12 965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Sosialisme
merupakan paham tentang nilai-nilai sosial. Lebih mengutamakan kepentingan kolektif. Sosialisme atau sosialis, bukanlah komunisme. Apalagi khilafah, melainkan paham ekonomi kerakyatan (sosial).

Sementara itu, kapitalisme merupakan aliran pemikiran yang mengedepankan modal (kapital). Sistem ekonomi yang serampangan. Atau ekonomi liberal. Yang melepas mekanisme pasar dikendalikan individu dan kelompok. Bukan negara. Yang kuat makin kuat, dan yang lemah makin lemah. Hegemoni kepentingan berlaku disini.

Kapitalisme menjadi musuh dari sosialisme. Atau sebaliknya. Sosialisme sebagai antitesis dari kapitalisme. Bagaimana tidak, bukan hanya soal penguasaan alat produksi, dan pemilik modal. Kapitalisme bersifat memenjarakan pemuda kecil.

Keduanya, dalam beberapa pendangan politik bernegara sering dipadukan. Dibuat kombinasi, saling kawin-mawin pemikiran. Namun, dalam banyak praktek berpolitik di Indonesia kapitalisme begitu dominan. Kapitalis memang rakus. Boleh menambah, tapi tidak untuk berbagi.

Jikapun keadaan terpaksa, lalu harus berbagi. Mata rantainya, dibuat kanal untuk lebih besar keuntungan mengalir pada kapitalis. Istilah sederhananya, kasih tiga dapat lima belas. Atau bahkan dapatnya lebih dari itu. Berlipat-lipat keuntungannya.

Kapitalisme cenderung membangkitkan spirit individualisme. Berupa monopoli kekayaan, yang kaya semakin kaya raya. Melimpah hartanya, lalu yang miskin makin miskin. Berbedaan kelas tumbuh subur.

Ketika sosialisme mengendaki kebersamaan, kesamaan hak. Kapitalisme lebih akrab pada kompetisi. Anti sosial, tidak mau memikirkan dan mempraktekkan kesetaraan.

Keadilan dan kesamaan hak (egaliter) baginya hanyalah ilusi. Itulah paradigma atau ciri khas dari ideologi kapitalisme. Nah, bagaimana dengan praktek politik kita di Indonesia?. Harus jujur kita akui dan katakan, tidak perlu diingkari bahwa praktek politik kita di tanah air lebih dominan dengan praktek kapitalisme.

Uang atau materi menjadi segalanya. Indikator kemenangan politik, bukan pada aspek modal sosial. Kerja berpihak, membela rakyat, dan memperjuangkan segala hak-hak rakyat sipil. Melainkan, siapa yang lebih banyak memberi sesuatu berupa materi kepada rakyat.

Disinilah kelemahan kita. Praktek politik kita telah berada dalam posisi mengkhawatirkan. Tidak sedang baik-baik saja. Sayangnya, sebagian politisi kita menikmati suasana ini dan menganggap itu hal biasa dalam berdemokrasi.

Patut kita katakan, dampak kapitalisme dalam ruang politik kita ini berbahaya. Menjadi tanda bahwa demokrasi kita mengalami kemunduran. Bukan kebaikan, loyalitas, kesungguhan, dedikasi, dan pembelaan pada rakyat tiap waktu yang dinilai rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun