Mohon tunggu...
Ai Maryati Solihah
Ai Maryati Solihah Mohon Tunggu... Human Resources - seorang Ibu dengan dua orang anak

Mengaji, mendidik, berdiskusi dan memasak indahnya dunia bila ada hamparan bunga tulip dan anak-anak bermain dengan riang gembira mari kita isi hidup ini dengan dzikir, fikir dan amal soleh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membangun Sistem Perlindungan Anak dari Daerah

28 Januari 2018   18:17 Diperbarui: 28 Januari 2018   18:20 1031
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 Spirit Kemanusiaan

  • Sebagai Negara demokratis, Indonesia memiliki nilai keagamaan yang amat plural. Keyakinan berkeTuhanan harus dimanifestasikan dalam perilaku dan norma sosial yang majemuk. Menurut ajaran Islam, semangat tersebut akan turut memelihara tujuan yang hendak di capai umat manusia secara bersama yakni Maqasid syariah, meliputi pemeliharaan agama, jiwa, akal, keturunan/anak dan harta yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya.

  • Nilai-nilai tersebut merupakan esensi kemanusiaan yang terdapat dalam Pancasila dan UUD 1945 sebagai cita-cita politik dan falsafah Negara. Demokrasi menjadi pilihan tata bernegara dikarenakan mengangkat dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan tersebut di atas kepentingan berbangsa dan bernegara.Momentum demokrasi semakin terasa manfaatnya di berbagai pelosok seiring diberlakukannya sistem otonomi daerah sesuai UU No 23 tahun 2014. Daerah menjadi pioneer sekaligus garda terdepan bagi pembangunan di Indonesia.

  • Mandat tersebut membuat Negara Indonesia mengambil bagian strategis dalam pengurusan anak.Indonesia telah menandatangani Konvensi Hak-Hak Anak (KHA) di PBB tahun 1989 yang diratifikasi melalui Kepres No 36 tahun 1990, kemudian dirinci dalam isu spesifik dalam UU No 10 Tahun 2012 tentang Protokol Opsional Mengenai Penjualan Anak dan Prostitusi Anak, serta UU No 9 tahun 2012 tentang protocol opsional tentang keterlibatan anak dalam konflik bersenjata . 

  • Langkah selanjutnya adalah disyahkannyaUU No 22 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak,revisi UU No 35 tahun 2014 dan dilengkapi melalui Perppu No 1 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Amanah inilah yang kian menegaskan pentingnya pengurusan anak di Indonesia.Selain adalah kewajiban spiritual sebagai manusia juga merupakan amanat demokrasi seiring komitmen Negara menjalankan asas kemanusiaan.

Pemenuhan Hak Anak

  • Demokratisasi dalam konteks pengurusan anak di Indonesia mengalami perkembangan baik secara prosedural dan substansial. Secara prosedural ditandai oleh pembentukan KPAI yang bertugas melakukan upaya-upaya dalam melaksanakan sosialisasi perundang-undangan, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, dan evaluasi serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Dan kemudian memberikan laporan, saran dan masukkan serta pertimbangan kepada presiden dalam rangka perlindungan anak (pasal 76 UUPA No 22 tahun 2003). KPAI sebagai Lembaga Negara spesifik mengurusi perlindungan anak.

Kemudian penataan substansial kelembagaan.Hal ini ditunjukkan oleh nilai pilosofis dan tujuan lembaga tersebut memberikan manfaat secara maksimal di masyarakat. Hal ini sering menuai kritik dan oto kritik di masyarakat sebab KPAI belum maksimal menyelesaikan problematika anak secara komprehenship. Meski disadari KPAI memiliki keterbatasan tugas dan wewenang sebagaimana amanat Undang-undang.

Masalah perlindungan anak di Indonesia semakin kompleks dan diibaratkan  bola salju yang terusmenggelinding dan semakin besar.Terungkap kasus-kasus besar seperti kasus Robot Gedek, Babeh Baiquni dan Emon yang menyodomi dan membunuh puluhan bahkan ratusan anak laki-laki, kemudian perilaku penyimpangan seksual dan propaganda LGBT anak, pelecehan seksual di sekolah bertaraf Internasional,  bullying dan pengeroyokan anak di sekolah, kasus narkoba yang melibatkan kurir anak, anak yang meninggal karna diperkosa ayah kandung, kasus Angeline; pembunuhan dan eksploitasi anak oleh keluarga, hingga perkosaan anak oleh belasan orang, relasi kuasa mengatasnamakan guru spiritual yang melakukan pencabulan terhadap anak. Serta terkini adalah anak 5 tahun diperkosa oleh 7 orang yang juga berusia anak (Anak berhadapan Hukum) di Jakarta.

  • Data KPAI menyebutkan urutan kasus anak pertama masalah keluarga dan pengasuhan alternatif mencapai jumlah 2.219, dua kekerasan seksual mencapai 2.124, tiga masalah pendidikan dengan jumlah 1.354 (KPAI : 2011-2014), dan masih banyak kasus lainnya jika ditelusuri persoalan anak semakin menggurita dan membutuhkan penyelesaian secara komprehenship.
  • Penulis menyoroti tentang kekerasan terhadap anak dewasa ini. Data hasil Survey Kekerasan Terhadap Anak (SKTA) tahun 2013 yang dilakukan oleh KPPPA dan BAPPENAS menyebutkan anak umur18-24 tahun dan 13-17 tahun ditemukan 1 dari 2 anak laki-laki dan 1 dari 6 anak perempuan setidaknya mengalami salah satu jenis kekerasan, baik kekerasan seksual, fisik atau emosional sebelum mereka berumur 18 tahun (KPPPA, 2013).Data kekerasan anak yang kian meningkat membuat presiden Jokowi mengatakan bahwa Indonesia mengalami darurat kekerasan seksual anak.
  • Akar penyebab masalah kekerasan anak yang paling dasar adalah berkembangnya budaya patriarkhi yang merajalela dan sulit diubah.Karena berada pada hierarki terbawah umumnya anak tidak bisa melindungi dirinya sendiri apabila terjadi tindak kekerasan. Sebab pelaku kekerasan sering kali merupakan orang yang sangat dekat dengan anak.
  • Iklim patriarkhi tumbuh subur seiring pergeseran budaya modernisasi yang sulit dihindari. Misalnya dalam kebebasan akses informasi, tantangan terbesar adalah meningkatnya budaya instan dalam meraih keuntungan materi namun mengabaikan hukum, agama serta norma sosial. Hal itu dilakukan dengan cara-cara hedonism, menurunkan produktivitas dan nilai edukasi dalam menggunakan media.Ancaman  prostitusi dan pornografipunmenjarah otak anak-anak.
  • Dalam konteks pemahaman ajaran agama, masih banyak pula paham agama yang masih menginterpretasikan dalil secara partikular dan  sulit untuk peka terhadap perkembangan zaman sehingga turut mengembangkan budaya patriarkhis. Selain itu, penyebab kekerasan terhadap anak diakibatkan pula oleh pola asuh yang salah, rendahnya kontrol diri, menganggap anak sebagai milik diri atau milik orang tua, kurangnya kesadaran melaporkan adanya tindak kekerasan, pengaruh media dan maraknya pornografi, disiplin yang identik dengan kekerasan dan merosotnya moral, serta penelantaran terhadap anak.
  • Penulis memandang masalah hulu adalah budaya patriarkhisyang tidak hanya berkembang dalam keluarga, melainkan menjadi serangkaian paradigma yang hadir dalam aturan, norma, penafsiran agama, adat budaya dan standar kepantasan di masyarakat.Beragam studimenyatakan bahwaperubahanperspektifdanperilaku yang mendukungkekerasananak bisadiintervensimelaluitokoh-tokohmasyarakatterutamatokoh-tokoh agama yang mengusung perspektif perlindungan anak serta kampanye-kampanyekreatifdaninovatif yang ditujukkankepadakeluargadanmasyarakat.Termasuk organisasi masyarakat harus mampu meningkatkan peran, dari pencegahan ke penanganan dan pemulihan anak korban kekerasan.

Agenda Strategis Sistem Perlindungan Anak

  • Pertama, membangun sistem perlindungan anak di Indonesia harus sejalan dengan agenda demokratisasi yang sedang berjalan di negeri ini. Era otonomi daerah merupakan peluang besar yang harus dimanfaatkan secara efektif bagi daerah baik di level provinsi dan kota/kabupaten. Pemerintah daerah dan masyarakat secara partisipatoris  memanfaatkan dan menciptakan kebijakan yang langsung menyasar pada kesejahteraan dan perlindungan anak.Esensipokok dari kebijakan otonomi daerahadalahotonomi masyarakat di daerah-daerah yang diharapkan dapat terus tumbuh dan berkembang keprakarsaan dan kemandiriannya.
  • Kedua strategi budaya melalui tokoh agama dan tokoh masyarakat.Pemerintah dapat meningkatkan hubungan kemitraan yang awalnya masyarakat yang dituntut pro aktif menjadi hubungan timbal balik (partisipatoris)dengan pemerintah.Ke depan peran tokoh agama harus menjadikan perlindungan anak menjadi indikator terselenggaranya aktivitas keagamaan di mana pun. Sebab seluruh agama di Indonesia telah menempatkan perlindungan anak sebagai amanah Tuhan yang tersurat secara jelas di berbagai kitab suci yang dianut.
  • SepertiIslam menjelaskan urgensi perlindungan anak jauh lebih dahulu ketimbang menjelaskan kewajiban-kewajiban anak. Al-quran dan hadits menyampaikan bahwamisi perlindungan anak dimulai sejak memilih pasangan hidup hifdu nafsi(menjaga keturunan),saat hamil; Qs An-naml ayat 19, pada saat lahir; HR Abu Dawud langsung diadzanni, diberikan nama (identitas/konstitusi) dan diberikan Aqiqah HR Nasai, Abu Daud, Tirmidzi. Hak masa kanak-kanakQs al-Baqarah ayat 233 untuk mendapat ASI, hak mendapatkan pendidikan yang baik; QS al-tahrim ayat 6, dan hak mendapatkan perlakuan non diskriminasi; Qs An-Nahl ayat 97.
  •  Nilai-nilai prinsipil dalam Islam tersebut kini merupakan isi dalam hak-hak anak menurut konvensi hak anak, yakni hak hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan dan hak  partisipasi. Dan sesuai pula dengan perlindungan anak menurut UNICEF, yang menegaskan bahwa hak anak adalah hakmendapatkan perlindungan.
  • Ketiga, UU No 22 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak telah mengamanahkankepada KPAIuntuk bersama masyarakat membangun sistem perlindungan anak. KPAI memiliki 9 pembidangan yang secara substansif bekerja. Diawali Bidang Pendidikan, Kesehatan, Social Dan Bencana, ABH, Pengasuhan Alternative, Sosialisasi Dan Advokasi, Napza Dan Narkoba, Bidang Trafficking Dan Bidang Data serta Informasi. Kemudian ditopang secara administrative oleh Kepala Sekertariat KPAI, Kabag Perencanaan Keuangan, Kabag Data Dan Pelaporan Dan Kabag Umum.
  • Melihat urgensi perlindungan anak di Indonesia saat ini, sudah saatnya KPAI meningkatkan kinerja.Paradigma aktif yang selama ini dimiliki KPAI dengan beragam tantangannya menuntut untuk lebih meningkatkan peran secara progressif dengan cara menjemput bola.Tantangannya KPAI harus melakukan perubahan secara bertahap.Indikator yang harussegera dikembangkan KPAI menurut penulis jika terpilih menjadi anggota Komisioner KPAItahun 2017-2022 meliputi pertamapenguatan kelembagaan KPAI secara Koordinatif-instruktif di 34 provinsi dengan segera menata KPAD(pasal 21-23UUPA)  menjadi definitive dengan pendekatan politik hukum otonomi daerah yang jelas-jelas memberikan mandate kewenangan daerah.
  • Kedua, revitalisasi dan konsolidasi tugas dan wewenang KPAI dalam pasal 76 UU PA menuju professional dan terukur disertai terpenuhinya penganggaran keuangan KPAI.Ketiga penataan reformasi birokrasi KPAI secara akuntabel dan demokratis memberikan dampak pada pelayanan publik yang efektif dan efisien.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun