Mohon tunggu...
Aman A. Nugraha
Aman A. Nugraha Mohon Tunggu... Peneliti Akselerasi Indonesia -

Seseorang yang menikmati dunia baca dan tulis, terkadang menyukai dan melahap wacana kontemporer yang aneh-aneh. baginya, semuanya menjadi candu yang membekas rindu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Guru Honorer: Menolak Bungkam pada Ketidakadilan

11 Februari 2016   23:35 Diperbarui: 12 Februari 2016   08:42 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Istana negara menjadi lahan strategis bagi berkumpulnya para aktivis dan kaum buruh dalam menyuarakan kebenaran dan menolak ketidakadilan. Tepatnya, disana menjadi tempat para pemangku kebijakan berkumpul, bermusyawarah dan menentukan kebijakan. Namun, bagaimana ketika pahlawan tanpa tanda jasa yang sering disematkan kepada sosok guru sama seperti para aktivis dan kaum buruh untuk menyuarakan hak mereka secara langsung di depan Istana Negara?

Mereka berkumpul dengan jumlah ribuan untuk menuntut haknya, dari berbagai daerah, dari jenis laki-laki dan perempuan, tua dan muda, bahkan telah merenggut nyawa seorang ibu hamil dan bayi yang sedang dikandungnya. Salah seorang demonstran yang tengah hamil, meninggal dunia dalam aksi tersebut. Hal ini berdasarkan informasi yang disampaikan anggota DPD RI Fahira Idris, melalui akun twitternya, Kamis (11/2/2016).

Selain lantang bersuara di dalam kelas, mereka turut lantang menyuarakan haknya sebagai guru di depan istana. Mungkin, saat tulisan tidak menjadi jawaban bagi solusi permasalahan, suara lantang patut untuk di dengdangkan. Hal itu dilakukan agar para pemangku kebijakan lebih mendengar jeritan yang sebenarnya dari sosok para guru honorer yang kini terancam kesejahteraannya.

Tugas yang diembannya memang tidak kecil, tapi kesejahteraan dari pengabdiannya terhitung sangat kecil. Itulah yang menjadi problematika dasar yang penulis tangkap dari permasalahan guru honorer. Mereka menginginkan keseimbangan antara hak dan kewajibannya sebagai guru, itulah yang disebut dengan keadilan bagi mereka. Dengan begitu, mereka menuntut pemerintah agar lebih memperhatikan nasibnya saat ini yang masih dianggap tidak sejahtera dan perlu adanya perubahan kebijakan.

Saat terjadi demonstrasi di jam kerja, itu artinya peserta didik dibiarkan belajar mandiri tanpa bimbingan langsung dari seorang guru. Lalu, berapa banyak sekolah yang mengalami kekosongan guru akibat keterlibatan mereka pada saat demonstrasi?. Penulis menilai, banyak kerugian yang diakibatkan dari tidak adanya keterlibatan guru pada proses belajar-mengajar di sekolah. Misalnya: peserta didik tidak dapat di bimbing dan di kontrol secara langsung dalam belajar, berucap dan berperilaku di lingkungannya. Hal itu, akan sangat mudah bagi peserta didik untuk berbuat sesuai dengan apa yang tidak diinginkan oleh gurunya atau bisa dikatakan sebagai praktik ketidakbaikan.

Peran Utama Guru

Guru adalah sosok teladan bagi para aset bangsa yaitu pemuda-pemudi generasi penerus yang sedang menimba ilmu di sekolah. Sebagai pendidik, mereka tidak hanya menyampaikan pengetahuan (transfer of knowledge), melainkan harus menyampaikan nilai-nilainya (transfer of value). Pada saat pengetahuan dan nilai-nilainya tersampaikan dengan baik kepada peserta didiknya, maka akan menjadikan sosok peserta didik yang telah mendapatkan The Four Pillars of Education, yaitu Learning to Know, Learning to Do, Learning to Live Together, dan Learning to Be. Dengan begitu, peserta didik, dapat mengaktualisasikan pengetahuannya dengan sebaik mungkin.

Guru menjadi teladan utama bagi setiap peserta didik, guru ibarat orang tua bagi mereka di sekolah. Sebagai orang yang meneladani, peserta didik akan meneladani orang yang menjadi teladannya. Apabila praktik demonstrasi diakibatkan dari rendahnya respon pemerintah dalam memberikan apresiasi kepada para guru-guru, maka praktik ini pula akan berdampak pada para peserta didik di masa depan.

Dengan begitu, pada saat peserta didik telah berprofesi sebagai guru, maka akan mewariskan praktik demonstrasi dan budaya meninggalkan proses belajar-mengajar. Dengan begitu, tugas seorang guru pada konsep pendidikan yang di ajarkan Ki Hajar Dewantara tidak akan tercapai. Yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo: di depan memberi teladan, Ing Madya Mangun Karsa: di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa, dan Tut Wuri Handayani: dari belakang memberi dorongan dan arahan

Warisan yang berdampak tidak baik itu jangan sampai membudaya pada kultur pendidikan di Indonesia. Sistem pemerintahan harus mampu memberikan sarana terbaik bagi para para guru, terutama guru honorer yang selalu terancam kesejahteraannya. Mereka mengabdikan dirinya pada pendidikan untuk membentuk generasi muda yang dapat menjadi penerus estafeta kepemimpinan bangsa ini.

Selain dorongan dari sistem pemerintahan, setiap guru perlu lebih mandiri dalam meningkatkan kesejahteraannya, yang sehingga pengabdiannya sebagai guru akan sangat bermanfaat dan fokus pada mendidik peserta didiknya. Dengan mengembangkan life skillnya, seorang guru mampu meningkatkan kreativitas dan keterampilannya dalam meningkatkan kesejahteraan. Hal tersebut perlu dilakukan untuk mensyukuri setiap potensi yang telah diberikan pencipta dan mengurangi kemampuan berpangku tangan pada pemerintah.

Ilustrasi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun