Mohon tunggu...
Aman A. Nugraha
Aman A. Nugraha Mohon Tunggu... Peneliti Akselerasi Indonesia -

Seseorang yang menikmati dunia baca dan tulis, terkadang menyukai dan melahap wacana kontemporer yang aneh-aneh. baginya, semuanya menjadi candu yang membekas rindu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penegasan Ajaran Ibrahim AS

3 Oktober 2015   18:44 Diperbarui: 6 Oktober 2015   09:09 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gema takbir telah dikumandangkan oleh seluruh umat Islam, bertepatan dengan menyambutnya hari raya Idul Adha yang jatuh pada tanggal 10 Dzulhijjah. Pada hari raya ini, umat Islam berkumpul pada pagi hari dan melakukan shalat Ied bersama-sama di mesjid atau di tanah lapang, sama seperti halnya merayakan Idul Fitri. Bedanya, setelah shalat dilakukan penyembelihan hewan qurban, untuk memperingati perintah Allah SWT kepada Nabi Ibrahim yang menyembelih domba sebagai pengganti putranya.

Sulit rasanya memposisikan peran sebagai Nabi Ibrahim dan Ismail As. Mengharuskan keduanya memenuhi perintah yang sulit untuk diterima. Selaku orang beriman, keyakinan Ibrahim sebagai seorang ayah untuk menyembelih putra kesayangannya harus dilakukan, dan putranya harus menerima dengan ikhlas dan sabar atas perintah dari Allah SWT kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelihnya. Saat Ismail berusia remaja, Ibrahim memanggil Ismail (anak Ibrahim) untuk mendiskusikan sesuatu. Ibrahim menceritakan kepada Ismail bahwa Ibrahim telah mendapatkan perintah dari Allah melalui mimpi untuk menyembelih Ismail. Dari sini, Ibrahim menanyakan kepada Ismail:

Bagaimana menurutmu, wahai Ismail? Lantas Ismail menjawab: “Wahai ayah, laksanakan perintah Allah yang dimandatkan untukmu. Saya akan sabar dan ikhlas atas segala yang diperintahkan Allah,” ujar Ismail kepada ayahnya, Ibrahim. Dalam hal ini Ibrahim mengkonfirmasikan mimpinya, untuk menghindari mimpinya yang datang dari setan. Ternyata tidak, Ibrahim mendapatkan perintah dari Allah sebanyak 3 kali melalui mimpi. Setelah mendapatkan petunjuk dan yakin bahwa itu adalah perintah Allah, maka Ibrahim dengan ikhlas akan menyembelih putranya sendiri, yaitu Ismail.

Setelah Ibrahim dan Ismail ikhlas dan yakin untuk menjalankan perintah Allah ternyata Allah mengganti Ismail menjadi domba. Dari peristiwa ini, sudah mulai bisa diketahui arti, makna dan hakikat Idul Adha. Peristiwa ini kemudian dijadikan sebagai hari raya umat Islam selain hari raya Idul Fitri.

Secara etimologi, Qurban memiliki dua makna. Pertama, arti qurban berasal dari kata Qarib (Bahasa Arab) yang artinya dekat. Pandangan umum menegaskan bahwa qurban adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kedua, arti qurban adalah udhhiyah atau bisa dikatakan dhahiyyah yang artinya adalah hewan sembelihan. Penegasan makna tersebut adalah perintah untuk menyembelih hewan dengan cara qurban atau mengorbankan hewan yang menjadi sebagian hartanya untuk kegiatan sosial.

Hikmah melaksanakan Qurban

Momentum Idul Adha memberikan pelajaran penting yang perlu diketahui dan diamalkan oleh umat Islam. Kisah Nabi Ibrahim untuk menyembelih Ismail merupakan awal sejarah dimulainya berqurban di hari raya ini. Selain itu, kisahnya memberikan makna yang mendalam bagi umat Islam untuk melakukan perintah Allah SWT dengan penuh keyakinan, kesabaran dan keikhlasan.

Manusia harus kembali kepada tujuan hidupnya, tiada lain yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT sebagai penciptanya. Taqwa adalah jalan satu-satunya seorang hamba dalam beribadah. Taqwa yaitu menjalankan setiap perintah dan menjauhi setiap larangannya. Totalitas dalam beribadah adalah perintah pencipta yang harus dipenuhi sebagai landasan seorang hamba mendekatkan diri kepada penciptanya.

Selain itu, rutinitas tahunan ini kaya akan makna untuk dikaji lebih mendalam. Makna tersebut, bahwa manusia tidak akan terpisahkan dengan dimensi sosialnya. Secara kasat mata, manusia menyisihkan sebagian hartanya untuk berqurban dan daging hasil sembelihannya diberikan kepada masyarakat sekitar. Hal itu, akan mempererat ukhuwah antar masyarakat dan mampu meningkatkan kesejahteraan bagi kaum yang tidak mampu untuk berqurban. Berbagi kepada sesama manusia merupakan proses ibadah manusia secara horizontal yang disebut hablumminannas (sesama manusia). Selain itu, manusia melakukan proses Ibadah secara vertikal yang disebut hablumminallah (hubungan manusia dengan Allah SWT), semata-mata proses ibadah diatas harus dilakukan hanya mengharap Ridha Allah SWT.

Perilaku ibadah diatas perlu diamalkan dalam keadaan sehari-hari. Manusia memang mahluk hidup yang selalu berkeluh kesah apabila diberi ujian, dengan kesenangan ataupun kesedihan. Akan tetapi, manusia harus memaksimalkan peranannya sebagai mahluk ciptaan untuk beribadah kepada Allah SWT dan selalu mengharap keridhaan-Nya.

Mengamalkan hikmah dibalik penyembelihan hewan qurban dalam kehidupan sehari-hari merupakan keshalehan Individu dan masyarakat sebagai upaya mempertahankan keutuhan nilai, guna merespon perwujudan rasa syukur kepada Allah SWT dalam prosesi ibadah. Perilaku tersebut akan semakin mengikis sifat hewani yang selalu merasuk dalam diri manusia, untuk merusak ketika menghadapi setiap ujian yang menimpa dirinya.

Semoga sebagai umat Islam, selalu diberikan kesempatan untuk melaksanakan qurban di Hari Raya Idul Adha upaya mengharap Ridha Allah SWT, sebagai ungkapan rasa syukur, untuk meningkatkan ukhuwah di masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan di lingkungan sekitar. Berbagi tidak akan pernah membuat miskin, karena janji Allah SWT kepada seluruh hambanya dalam Q.S. Al-Baqarah: 261, “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah akan melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.

Janji Allah tidak akan pernah ingkar, berbahagialah bagi mereka yang mengamalkan hartanya di jalan Allah dan dikehendaki oleh-Nya. Melaksanakan qurban merupakan perilaku terpuji dalam mengamalkan harta di jalan Allah SWT. Yang akan memberikan kebaikan, kebahagiaan dan kesejahteraan untuk sesamanya. Bahkan menuntun manusia kembali kepada fitrah aslinya yang menyukai kebenaran, kebaikan, kesucian, keindahan, keadilan dan kesejahteraan dalam kehidupannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun