Bagaimana tidak, sampai dengan pertengahan bulan Februari ini, hujan, kabut dan angin pun semakin akrab mengguyur dan menghantam sebagian besar wilayah NTT, termasuk di kampung saya yakni Pacar, Manggarai Barat.
Imbasnya, semua aktivitas warga pun kebanyakan di sekitar rumahan, ataupun ke kebun hanya menunggu kesempatan hujan berhenti sebentar.
Untunglah, meskipun cuacanya lembab dan basah, warga kampung justru mendapatkan berkat dari buah-buah duren yang terus berjatuhan setiap hari.
Meskipun agak berbeda dengan tahun sebelumnya baik itu dari segi akumulasi panen yang boleh dikatakan melimpah juga dari segi musim panen yang berbeda yakni di bulan Januari, para petani tetap sumringah, bahwasanya duren yang ada masih bisa ditukar jadi rupiah.
Sebagian besar jenis duren yang berbuah masih berkelas lokal dengan ciri batang pohon yang besar dan tinggi. Semuanya tumbuh menjulang secara alamiah atau tanpa dicampuri dengan rekayasa kimia atau lainnya.
Adapun cita rasa daging buahnya manis dengan warna yang berbeda. Ada yang berwarna putih seperti susu dan ada yang kuning seperti mentega. Karena itulah warga kampung menamainya dengan duren susu dan mentega.
Sedangkan dari segi bisnisnya, harga per buah dipasok mulai dari Rp. 15.000 hingga mencapai Rp. 50.000, tergantung dari ukurannya masing.
Biasanya, para pembeli duren mulai berdatangan mulai dari pagi hari hingga siang hari dengan mobil pickup.Â
Sebagian besarnya adalah sesama warga kampung yang sudah menjelma menjadi penadah duren setiap kali musim duren tiba. Sedangkan beberapa di antaranya dari luar kota seperti dari Ende, Nagekeo dan Bajawa.