Mohon tunggu...
Amanda MeisyaSalsabila
Amanda MeisyaSalsabila Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

12 Mipa 4

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Berjuang di Tengah Pilu

24 Februari 2021   08:35 Diperbarui: 24 Februari 2021   08:47 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

" Ke SMA 04 Tangerang Selatan! Dan ayah tidak menerima bantahan!"

Mendengar itu sontak aku langsung membuka mata dan menolak itu mentah-mentah

"Ngga Ngga! Apaan sih yah? Kan Aarav maunya ke SMK kenapa di daftarinnya ke SMA sih?!"

"Kamu mau ngapain di SMK?! Mau tetap keras kepala ambil teknik otomotif?! Mau jadi apa kamu? Tukang bengkel?!"

"Ya ga gitu lah yah. Yang mau sekolah kan aku, yang ngejalanin kan aku jadi harus senyamannya aku lah!"

"Ayah ga nerima bantahan Aarav! Pokoknya kamu ayah daftarin di SMA! Nanti biar kamu kuliah ambil jurusan Hukum atau apa saja yang bisa menjamin masa depan menjadi cerah"

Aku yang mendengar perkataannya hanya bisa memendam kekesalan dan segera pergi ke kamar tanpa mengucapkan apapun lagi kepada ayah. Karena aku tidak bisa menahan emosiku akhirnya aku putuskan untuk pergi ke tongkrongan. Ketika aku keluar kamar, ayah sudah tidak ada lagi di rumah tetapi aku tidak peduli, aku hanya pamit kepada asisten rumah tanggaku dan segera pergi.

Yang biasa aku lakukan ketika aku sedang mengendarai sepeda motor di jalan untuk menghilangkan beban adalah ugal-ugalan. Bunyi klakson terdengar sana-sini bak auman singa yang kelaparan penuh dengan emosi. Tetapi aku tetap melakukannya dan tidak mempedulikan itu sama sekali.

Sesampainya di tongkrongan, aku langsung di sambut oleh teman-temanku. Ketika aku menampakkan mukaku di sana, mereka sudah tahu bahwa aku sedang tidak baik-baik saja karena ketika selesai bertegur sapa aku langsung membakar sebatang rokok yang sedari tadi aku bawa dan langsung menghisapnya. Aku pikir aku sudah nyaman dengan kehidupanku yang seperti ini.

Tak terasa matahari pun sudah tergantikan oleh bulan yang sedang menyapa ramah di langit indah itu. Aku memutuskan untuk pulang tetapi ketika aku sampai di rumah, aku melihat pemandangan yang paling aku benci. Ayah menyakiti bunda lagi dan lagi. Entah sudah keberapa kalinya.

Aku yang melihat ayah seperti akan menampar bunda tidak tinggal diam, aku berusaha menghalangi bunda agar tidak terkena tamparan ayah. Dan benar, akhirnya aku yang terkena tamparannya. Ini menyakitkan, tamparan itu sangat keras. Aku tidak bisa membayangkan jika tamparan itu mengenai pipi mulus bundaku, pasti bunda kesakitan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun