Ada bumbu cerita romancenya sih. Iya lah, dalam hidup Susi Susanti ada Alan Budi Kusuma yang kemudian menjadi suaminya. Film ini mengajak kita bernostalgia masa remaja di tahun 1980 hingga 1990an.
Dan kita juga bisa melihat, bagaimana hidup seorang atlit sebenarnya, dan bagaimana kehidupan pribadi mereka diluar lapangan. Serta bagaiman pemerintah saat itu memperlakukan mereka.
Cerita yang cukup kompleks dan diwarnai aksi sejarah tidak mengenakan yang terjadi Mei 1998. Plus bagaimana jika Indonesia tidak hanya ucapan, tapi juga mendarah daging dan menjadi semangat, seperti yang diperlihatkan seorang Susi Susanti pada film ini.
G A M B A R
Film ini berhasil menyajikan gambaran kehidupan ditahun itu. Dari mulai pencahayaan yang lebih banyak menggunakan warna dasar kuning, properti, aksesoris para pemain, hingga detail dari jaman itu. Seperti model baju yang digunakan, dan seterusnya. Bahkan kendaraan yang digunakan. Cukup terpesona saat tim artistik bisa mendapatkan bis dan mobil yang digunakan dijaman orde baru tersebut.
Untuk angel pun cukup menyenangkan, walau tidak ada yang istimewa, tapi cukup. Karena memang film ini sepertinya tidak perlu angel-angel apik, karena yang dijual adalah cerita, isi dari film ini.
P E M A I N
Harus diakui, Laura Basuki bermain apik sebagai Susi Susanti remaja dewasa, bagitu juga yang berperan sebagai Susi Susanti yang beranjak remaja. Dari emosi hingga bahasa tubuh sangat mewakili tokoh yang diperankan.
Bahkan pada adegan pertandingan bulutangkis, yang terlihat sosok Susi Susanti, bukan Laura Basuki. Begitu juga dengan pemain lainnya, bermain dengan apik dan keren.
Karena fokus cerita ini di sosok Susi Susanti, otomatis kamera banyak menyorot sosok ini. Perubahan emosi dan mimik, menggambarkan kebingungan, kesombonganya yang sempat singgah, dan kecemasan juga kecewa tidak cuma hadir lewat bahasa, tapi juga lewat mimik dan bahasa tubuh yang utuh.
Aku sih berharap, film ini bisa sukses. Karena banyak pesan yang tertitip lewat film ini.