Mohon tunggu...
amanda Shihab
amanda Shihab Mohon Tunggu... Makeup Artist - :D

IRT, Sosiologi UNJ, Pasca Politik UNAS , Bekerja sebagai Makeup Artist : @amandashihab_makeup

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pandemi "Yang Tak Ditakuti": Kesalahan Komunikasi Politik Elite?

18 April 2020   07:11 Diperbarui: 18 April 2020   09:25 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saat ini  DKI Jakarta telah melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar sesuai keputusan pemerintah pusat dalam menghadapi pandemi yang melanda. PSBB yang berlaku sejak tanggal 10 April 2020 ini, sebenanrnya jika kita amati hal-hal yang tercantum dalam PSBB  telah dilakukan sejak beberapa minggu sebelum peraturan pemerintah ini keluar dan ditetapkan. Bekerja dari rumah, belajar dari rumah, penutupan kegiatan ibadah bersama, serta dilarang melakukan kumpul-kumpul yang melibatkan banyak individu telah menjadi imbauan pemerintah sejak adanya kasus positif Covid-19.

Namun yang menarik, disaat kita melihat berbagai negara diluar Indonesia sangat sepi dari lalu lalang kegiatan masyarakat serta berbagai aktivitas yang terhenti, berbeda dengan Jakarta. Saat ini di Jakarta ini bahkan masih dapat kita temui kepadatan dijalan raya pada jam-jam tertentu, belum lagi KRL yang masih menjadi salah satu saran transportasi utama dalam bekerja masyarakat JABOTABEK tetap terlihat padat di jam pergi maupun pulang kantor meskipun memang telah berkurang dari keseharian sebelum pandemi.

Mengapa demikian terjadi? Realitanya masyarakat kecil kebanyakan tak ada pilihan lain untuk tetap mencari nafkah, demi bertahan hidup mencukupi kebutuhan pokok. Bebereapa kantor pun masih mengharuskan pekerja untuk masuk meskipun bergilir, namun yang menjadi permasalahan penting saat ini masih adanya orang-orang yang berkegiatan bukan untuk hal-hal penting dan pokok namun tetap berkeluyuran diluar rumah.

Tak takutkah mereka pada pandemi? Belum pahamkan mereka akan bahaya yang mengintai kita semua?. Tak dapat dipungkiri masyarakat kita masih banyak yang belum memiliki kesadaran serta rasionalitas akan bahaya pandemi. Jawaban-jawaban terksesan menggampangkan ataupun 'pasrah tanpa ikhtiar' terkait pandemi masih banyak kita temui. Bahkan dapat kita lihat dimedia sosial komentar-komentar masyarakat yang justru di buat sebagai konten lelucon.

Namun menarik kebelakang  bukan hanya  masyarakat yang bersifat demikian, para elite politik kita dan pejabat negara  juga bersikap serupa. Guyon terkait pandemi virus covid-19 ini dilontarkan oleh para elite politik bangsa. Di saat berbagai negara mulai bersiap diri, elite politik kita justru melakukan dan mempertontonkan komunikasi politik yang tidak elok dalam menghadapi ancaman pandemi. 

Elite kekuasaan justru  mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang terksesan menggampangkan terkait corona. Mulai dari Izin masuk untuk corona yang sulit, corona yang sudah pergi (dianggap mobil corona), masyarakat Indonesia kebal terhadap corona, bahakan Menteri Kesehatan yang merupakan salah satu orang paling berpengaruh dan memilki tanggung jawab terbesar dalam menangani pandemi, juga turut serta dalam mengeluarkan statement-statement guyon dalam penampilanya.

Setelah banyaknya kasus postif dan korban jiwa, guyon-guyon ini mulai berganti menjadi ucapan serius, penuh kekhawatiran dan ketegangan. Namun komunikasi elite dengan gaya guyon di awal yang banyak ditampilkan dalam kajian komunikasi politik tentu memiliki pengaruh termasuk terhadap sikap masyarakat yang mendapat informasi.

"Studi dampak komunikasi mempelajari dampak komunikasi terhadap orang yang dikenai oleh arus komunikasi tersebut. Asumsinya, pesan-pesan yang disampaikan melalui komunikasi ditangkap oleh alam pikiran si penerima yang pada giliranya dapat mempengaruhi cara berpikir dan tingkah laku orang bersangkutan. Dampak yang diperkirakan terjadi adalah bertambahnya infomrasi, informasi tersebut dapat mengakibatkan terciptanya alam pikiran dan tingkah laku yang dinginkan oleh masyarakat  dampak positif maupun tingkah laku yang bertentangan dengan nilai-nilai masyarakat bersangkutan" (Rauf, 26:1993).

Berdasarkan kajian tersebut dengan ucapan-ucapan yang dilontarkan elite politik kita dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi masyarakat, khusunya masyarakat yang masih memilki kesadaran dan rasionalitas rendah dalam menghadapi pandemi.

Mengapa hal ini berpengaruh kedalam bawah sadar msyarakat? Perlu dinggat bahwa yang melontarkan guyon dan kalimat-kalimat tersebut merupakan elite politik dan pejabat negara yang memilki otoritas sebagai pemimpin masyarakat. Dalam kajian elite banyak tokoh yang mengemukakan konsep elite, di mana memiliki kesamaan dasar bahwa di dalam masyarakat terdapat dua kelas penduduk yang menguasai dan dikuasai. 

Salah satu tokoh teori elite yaitu Vilfredo Pareto mengatakan, bahwa orang dapat di-'ranking' berdasarkan pemilikan akan 'barang' berwujud: kekayaan, kecakapan, atau kekuasaan politik. Pada hakekatnya orang hanya dikelompokan dalam dua kelompok yaitu mereka yang memilki kekuasaan politik  'penting' dan mereka yang tidak memilikinya (Mas'Oed, MacAndrews,1978:96). Tentu dalam hal ini pejabat negara sebagai pemegang kekuasaan politik dapat kita katakan sebagai elite, dimana memilki pengaruh dan otoritas dalam sistem politik negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun