Mohon tunggu...
Amalia Mumtaz Nabila
Amalia Mumtaz Nabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pop-culture entusiast who loves to write what's on her mind.

obrolanku yang lainnya: kunciperak.wordpress.com ll email: amaliamtznbl@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Ketika Idealisme Terbentur Birokrasi dalam Film "Samjin Company English Class"

30 Maret 2021   17:10 Diperbarui: 2 April 2021   00:23 1419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film Samjin Company English Class yang dibintangi Go Ahsung, Esom, dan Park Hyesoo.| Sumber: Lotte Entertaiment via Asianwiki

Go Ahsung (Lee Jayoung), Esom (Jung Yoona), dan Park Hyesoo (Shim Boram) dalam film Samjin Company English Club. (sumber: Lotte Entertainment/tangkapan layar pribadi)
Go Ahsung (Lee Jayoung), Esom (Jung Yoona), dan Park Hyesoo (Shim Boram) dalam film Samjin Company English Club. (sumber: Lotte Entertainment/tangkapan layar pribadi)

Jayoung, Yoona, dan Boram tanpa berpikir panjang mengambil kesempatan tersebut. Mereka bersama dengan para wanita tenaga kerja berupah rendah mengambil kelas bahasa Inggris yang difasilitasi oleh Perusahaan Samjin. 

Rencana mereka adalah belajar bahasa Inggris dengan giat, mengambil tes TOEIC, kemudian pergi ke luar negeri untuk hidup yang lebih baik.

Sayangnya, jalan tidak semulus apa yang direncanakan. Masalah muncul ketika Lee Jayoung mendapat tugas untuk mengunjungi salah satu pabrik milik Perusahaan Samjin. 

Saat melakukan kontrol, Jayoung menemukan fakta mengejutkan. Pabrik tersebut melakukan pelanggaran dalam proses pembuangan limbah. Mulai hari itu, Jayoung, Sooim, dan Boram harus menghadapi kecacatan birokrasi perusahaan yang sudah lama menjadi tempat kerja mereka.

Historis dan Feminisme yang Berkesinambungan

Para wanita tenaga kerja berupah rendah yang juga murid kelas bahasa Inggris Samjin (sumber: Lotte Entertainment/tangkapan layar pribadi)
Para wanita tenaga kerja berupah rendah yang juga murid kelas bahasa Inggris Samjin (sumber: Lotte Entertainment/tangkapan layar pribadi)

Saya suka dengan bagaimana sisi feminisme dalam film ini dibungkus dengan rapi dan tidak terlalu "bold". Bukan berarti menonjolkan feminisme dalam sebuah film itu tidak bagus, tetapi dengan menunjukkan dengan cara yang lebih tipis, publik yang masih awam dengan obrolan soal feminisme akan lebih mudah untuk relate.

Salah satu contoh ketidakseimbangan yang mereka alami adalah status kepegawaian mereka. Ketiga wanita itu menyandang status tenaga kerja berupah rendah selama delapan tahun. 

Padahal beberapa kali diperlihatkan mereka memiliki kemampuan serta pengetahuan yang menurut saya lebih baik daripada staf reguler yang memiliki gaji jauh lebih tinggi dibandingkan tenaga kerja berupah rendah ini.

Kalau memang permasalahannya adalah gaji dan skill yang tidak sebanding, lalu kenapa dikaitkan dengan feminisme? 

Karena dalam film ini, khususnya dalam Perusahaan Samjin, tenaga kerja yang diupah rendah adalah para pekerja wanita. Seperti apa yang diungkapkan oleh tokoh Sooim, wanita pada awal abad ke-20 meninggalkan dapur mereka untuk bekerja di pabrik tekstil. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun