Mohon tunggu...
Amalia Putri Ayoni
Amalia Putri Ayoni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Amalia Putri Ayoni salah satu mahasiswa yang tertarik pada dunia penulisan, khususnya jurnalistik. Mencoba menulis dan mempublikasikannya merupakan hal baru serta tantangan bagi saya untuk bisa memberikan manfaat bagi orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hidup Perempuan Indonesia! Hak Perempuan adalah Hak Asasi Manusia!

23 Mei 2022   10:00 Diperbarui: 23 Mei 2022   10:08 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bukan suatu hal yang asing lagi bahwa perempuan menjadi korban stereotip dan patriarki. Dianggap lemah dan dikesampingkan sudah menjadi hal biasa di telinga kita. Seperti sudah melekat pada diri perempuan bahkan dimanapun dan kapanpun mereka berada. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Seperti pada pernyataan awal, wanita dipandang lemah dan dikesampingkan karena dua faktor, yaitu:

Pertama, stereotip dari masyarakat. Arti stereotip sendiri yaitu pelabelan pada seseorang atau kelompok berdasarkan penilaian positif atau negatif terhadapnya. Gender menjadi salah satu objek stereotip yang identik di masyarakat, khususnya pada perempuan.

Kedua, budaya patriarki yang masih melekat.  Budaya patriarki adalah keadaan dimana laki-laki memiliki kedudukan lebih tinggi dan kekuasaan yang lebih besar. Hal tersebut meliputi dominasi kepemimpinan dan kekuasaan berada di tangan laki-laki. Pandangan tersebut secara tidak sadar terus berlangsung dari generasi ke generasi.

Kedua faktor tersebut menimbulkan diskriminasi yang merugikan perempuan. Sudah tidak asing pula bagi kita bahwa perempuan hanya berkutat pada urusan rumah tangga. Secara kultural, perempuan hanya mengerjakan kegiatan yang disebut dengan 3M, “Masak, Manak, Macak” (Memasak, Melahirkan, Merias). Tak hanya itu, pada masa kolonialisme perempuan menjadi budak pemuas nafsu penjajah dan merasakan penindasan yang amat berat. Perempuan dianggap rendah derajatnya. Dari fakta tersebut, hingga saat ini sudah menjadi suatu hal yang biasa bagi masyarakat bahwa perempuan selalu di nomor duakan dalam segala aspek.

Padahal, sudah sepantasnya sosok perempuan memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan. Seperti halnya manusia, perempuan memiliki hak asasi yang sudah sepantasnya mendapat perlindungan dan kebebasan. Mendapatkan akses yang sama dan terlepas dari belenggu diskriminasi. Perlu kita ingat dan gaungkan bahwa terdapat hak perempuan yang penting untuk dilindungi.

Kerap kali perempuan mendapatkan diskriminasi dan mendapatkan kekerasan. Diskriminasi berbasis gender dapat kita lihat dalam dunia pekerjaan. Misalnya, ada kesenjangan dalam pemberian upah dan kesempatan penempatan kerja. Lalu, kekerasan pada perempuan juga marak terjadi. Misalnya, kekerasan seksual maupun fisik yang menyebabkan trauma dan stigma negatif bagi korban.

Menilik ke belakang, seorang perempuan yaitu tokoh pergerakan buruh Indonesia, Marsinah. Beliau mengalami kekerasan fisik bahkan seksual hingga menyebabkan kematian akibat dari kejamnya rezim tak bertanggung jawab. Hingga kini kasus tersebut tidak ada tindak lanjut dari pemerintah. Melihat kasus ini, sudah sepantasnya menjadi urgensi bahwa hak perempuan harus dilindungi. Akhir-akhir ini banyak pula kekerasan seksual yang diterima oleh mahasiswa. Lagi-lagi perempuan yang menjadi korbannya.

Namun, seiring berjalannya waktu, banyak perempuan yang bergerak untuk memperbaiki kondisi mereka. Berawal dari gerakan feminism yang dicetuskan oleh aktivis Charles Fourier pada tahun 1839. Kemudian, berkembang sejak munculnya gagasan “Perempuan sebagai Subjek” (The Subjection of Women) oleh John Stuart Mill pada tahun 1869 (Amnesty International, 2021). Di Indonesia sendiri terdapat tokoh emansipasi Wanita yaitu Dewi Sartika (1904), Kartini (1913), dan Maria Walanda Maramis (1918). Mereka menjadi tonggak perjuangan hak perempuan Indonesia. Hingga akhirnya di tahun 1928 terdapat Kongres Perempuan Indonesia di Yogyakarta yang menghasilkan keterlibatan perempuan dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Saat ini, terdapat lembaga yang melindungi hak perempuan dan UU yang mengatur tentang kekerasan seksual.

Seiring berjalannya waktu, jalan perempuan semakin terang. Para perempuan Indonesia jangan takut untuk bergerak dan mengungkapkan pendapatnya. Memantaskan diri agar tidak menjadi korban yang tertindas, buktikan bahwa perempuan bisa menjadi sosok yang berkualitas. Ubah cara pandang bahwa perempuan tidak pantas untuk ditindas dan disakiti. Para perempuan Indonesia sudah sepantasnya menjadi pribadi yang berani untuk generasi kedepan yang berprestasi.

STOP DISKRIMINASI

STOP WOMEN VIOLENCE

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun