Mohon tunggu...
Amal Burga M
Amal Burga M Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Melawan Dunia dengan Menulis? Lawan Dulu Dirimu Sendiri!

11 April 2018   14:16 Diperbarui: 12 April 2018   10:45 2542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: akun pinterest Bigli

"Pena lebih tajam daripada pedang."

Demikian kata Voltaire saat pujangga besar Perancis itu mengkritisi sistem kerajaan di negaranya karena mendambakan sistem demokrasi parlementer seperti yang dilakukan oleh Inggris.

Karyanya pun menginspirasi pergerakan-pergerakan lanjutan di Prancis. Pada tahun 1789, Prancis akhirnya menjadi republik, 11 tahun setelah kematiannya.

Begitu juga dengan Multatuli alias Eduard Douwes Dekker saat mengkritisi praktik kolonial Belanda melalui bukunya berjudul 'Max Havelaar' yang pada saat itu dijadikan bacaan wajib pada sastra Indonesia.

Pada akhirnya, tulisannya menginspirasi para politisi Belanda untuk menggulirkan politik etis, yaitu politik 'balas jasa' terhadap Indonesia, atas penjajahan yang mereka lakukan selama ini.

Banyak lagi kisah perlawanan dari dunia tulis-menulis yang akhirnya dapat menguubah dunia, negara, kelompok manusia, menggaungkan pergerakan, dan lainnya.

Para penulis tersohor itu tidak melakukan aktivitas penulisan dengan harapan akan terkenal dan mendapat uang yang banyak. Mereka melakukannya karena kesadaran terhadap keresahan yang dirasakan dan menggunakan ragam media bantu untuk menyampaikan pesan.

Bagaimana dengan kesadaran literasi itu sendiri di Indonesia?

belalangkupukupu.com
belalangkupukupu.com
Sederhananya, budaya literasi didefinisikan sebagai kemampuan di mana setiap orang memiliki sikap cerdas, peka, pembelajar, jeli, pembelajar, dan mampu membaca lingkungannya, serta mampu mengaktualisasikannya dalam tulisan atau karya.

Sebenarnya, di era sekarang, tidak sedikit rekan-rekan di luar sana yang gemar menulis, walau hanya sekedar berbagi status di media sosial, berpuisi manja di caption foto Instagram dengan kata-kata bijak nan romantis, hingga berkicau di Twitter hingga larut malam membahas arah politik Indonesia.

Kehadiran media sosial dan semua kemudahan yang bersifat digital nan praktis, justru membuat kesadaran literasi Indonesia semakin rendah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun