Mohon tunggu...
Amak Syariffudin
Amak Syariffudin Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya Sekedar Opini Belaka.

Mantan Ketua PWI Jatim tahun 1974

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kok Tidak Cengeng?

24 Juni 2022   08:10 Diperbarui: 24 Juni 2022   08:13 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(KOMPAS.COM/DOKUMENTASI BANK INDONESIA)

Suami-isteri kemenakan saya di San Francisco dan kawan saya di Texas (AS) beberapa waktu lalu menelpon, antara lain berkisah tentang kondisi dalam negeri Paman Sam. Terutama kekawatiran masyarakat karena adanya orang-orang stress/sinting yang tanpa sebab menembaki orang-orang di mall, gereja atau kerumunan orang dan anak-anak sekolah. Tapi yang menarik perhatian saya,-- untuk bahan renungan,-- justru rakyatnya merasakan datangnya resesi keuangan dan krisis pangan sehari-hari, sebab sebagian komoditas hilang dari pasaran, sehingga menjadikan beberapa jenis bahan makanan naik .harga. Yang 'gila', justru sangat berkurangnya susu-bayi. Padahal produk itu sebelumnya berlimpah karena sangat dibutuhkan, sebab banyak para ibu di AS tidak menyusui sendiri bayi-bayinya. Lagi pula banyak peternakan sapi-perah maupun industri pengolahan susu-sapi.

Lain lagi kabar abad ini dari benua Eropa. Di Kerajaan Inggeris (Great Britain) terancam kekurangan pangan! Beberapa komoditi pangan naik harga. Bersamaan krisis bahan bakar mobil. Beberapa negara didaratan Eropa pun terancam hal yang sama. Sampaipun negara-negara Uni Eropa  berunding di Belgia membahas krisis pangan Itulah imbas perang invasi Russia di Ukraina. Negara eks-komunis 'beruang merah' itu memblokir ekspor apapun dari Ukraina yang jauh lebih kecil. Terutama ekspor gandum, produk utama ekspor Ukraina ke Eropa.

Kondisi gawat itu benar-benar disadari rakyat negara-negara Eropa Barat, terutama Inggeris. Mereka memaklumi, produk sumber pangan utama seperti gandum (bahan makanan utama: roti dan sejenisnya) sangat berkurang. Malahan PBB menyatakan, bahwa di Inggeris mulai terjadi "kekurangan  pangan!"

Yang mengherankan, meskipun ancaman mulai terjadinya kenaikan harga-harga (terutama kekurangan/kenaikan harga BBM, yang semula pemenuhan kebutuhannya i impor dari Russia), akan tetapi tidak menjadikan rakyat Inggeris, Eropa dan AS  berdemonstrasi menuntut Pemerintahnya memenuhi bahan pangan/menurunkan harga-harga.

Barangkali dikarenakan umumnya  rakyat negara-negara maju yang biasanya gemar berdemonstrasi itu memaklumi, kondisinya memang tidak bisa dielakkan akibat krisis global, diperparah adanya situasi peperangan dan pandemi.Juga memahami kalangan eksekutif dan legislatif negara masing-masing pasti berusaha mengatasi krisis tersebut menuju kondisi normal. Mereka bisa menyadari itu, berkat rata-rata berpendidikan cukup sehingga berwawasan luas. Tidak juga mempan  seumpama "ada yang mendorong-dorong" untuk berdemo demi kepentingan politik-praktisnya.

Hal seperti itulah yang  saya renungkan dalam kondisi berdemokrasi kita. Harga cabe naik duapuluh rupiah perkilo umpamanya, bisa jadi bahan keluhan meluas. Bisa-bisa memacu demo menuntut harga-turun. Contoh kasus migor. Meski bukan makanan pokok tapi  jadi kebutuhan rasa enak. Hebatnya, pendemonya tidak hanya emak-emak, tapi justru banyak para abang dan paman. Mungkin dibelakang mereka ada yang berpolitik-praktis mendorong-dorong. Sampaipun demo migor mampu menggelincirkan kursi jabatan Menteri Perdagangan karean dianggap tak mampu memenuhi jatah dan menekan harga migor yang licin itu. Pemerintahlah yang dituntut "tidak mampu", sebab dianggap penentu kebijakan dan pemegang regulasi. Bukannya mendemo/menuntut para pekebun kelapa sawit atau produsen migornya atau distributornya. Pelajaran yang mengkawatirkan buat Menteri Perdagangan yang baru berikut jajarannya, yakni

Bagaimana bisa "menekan"  stabilitas produksi dan harga migor yang licin itu (dan komoditas lainnya). Sebab urusannya bukan soal ekonomi/perdagangan saja, tapi politik.

Barangkali konklusinya: (a) Diperlukan dasar pendidikan/pengetahuan umum (bagi rakyat) untuk bisa memahami sebab-musabab terjadinya sesuatu krisis, sehingga niatan seperti berdemo/tidaknya dalam menanggapi. (b) Dalam dunia modern berkehidupan global ini, banyak komoditas  saling tergantung keberadaan/harganya karena saling berkait dbutuhkannya. Seperti kebutuhan kedele, bawang-putih dan harganya  Kebutuhan pokok apapun sekarang saling berkait antar negara (global). Urusannya tidak hanya ekonomis, tapi politik masing-masing  negara. Contoh, pengertian sesuatu komoditas kebutuhan masyarakat naik harganya. Bisa dinalar apa penyebabnya, didalam atau luarnegeri. Alam ataukah politik atau pengelolaannya? Memang pedagang/penjual tak ingin kenaikan harga, sebab bisa  berkurangnya pembeli. Apalagi keluhan pembelinya. Tapi calon pembeli bisa bijak, antaralain mengurangi pembeliannya, memilih komoditas yang dibutuhkan/tidak naik harga.

Jadi, kita berharap meluasnya orang-orang yang berpengetahuan umum berasal dari pendidikan formal yang cukup.  Berharap mereka bisa bernalar, bijak dan tidak cengeng! Kecuali berdemo niatnya berjemur-jemur matahari, bebas.berteriak-teriak!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun