Mohon tunggu...
Amak Syariffudin
Amak Syariffudin Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya Sekedar Opini Belaka.

Mantan Ketua PWI Jatim tahun 1974

Selanjutnya

Tutup

Nature

Mengisi Indonesia Green Summit 2021

27 Juli 2021   17:49 Diperbarui: 27 Juli 2021   17:59 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Tribunnews.com/Istimewa)

Pemerintah akan secara berbarengan dengan dunia internasional mengadakan acara "Green Summit". Pertemuan tingkat tinggi (puncak) membahas permasalahan "global warming" (pemanasan bumi), pencemaran lingkungan dan dampak-dampaknya. Pendek kata, demi keselamatan dan kesejahteraan manusia dari ancaman berbagai bentuk bahaya  akibat bencana alam maupun penyakit bawaan alam. 

Masalahnya, bumi atau alam sedang tidak bersahabat lagi, disebabkan ulah manusia melalui berbagai kemajuan teknologinya yang secara lambat atau cepat merusaknya. Beruntunnya berbagai wujud bencana alam yang terjadi hampir diseluruh dunia yang seolah berbarengan dengan penyebaran covid-19 berikut berbagai variant-nya, benar-benar menciutkan nyali kita semua. 

Kawasan atau negara yang sebelumnya tidak pernah dijamah bencana itu, tiba-tiba menerima dampak kemarahan bumi. Kalau covid-19 berasal dari perbuatan manusia yang bisa dikaji secara ilmu kesehatan/kedokteran., maka perbuatan alam tidak bisa dicegah meski bisa diketahui sebab-musababnya. 

Seperti gunung berapi aktif/meletus, gempa bumi tektonik/vulkanik, bencana hidrometeorologi berupa hujan lebat, banjir, tanah longsor, gunung es mencair, gelombang besar/tsunami airlaut, badai/topan/siklon, kebakaran hutan dan lain-lain. Masyarakat Indonesia sudah mengalami semua dampak bencana itu.

Sudah ribuan jiwa direnggutnya berikut lebih banyak lagi menerima dampak kemiskinan akibatnya. Namun, kalau diusut secara nalar, terbanyak bencana itu sebagai akibat perbuatan orang-orang yang menjadi "penjahat alam". Mulai dari pembalakan hutan, pembakaran hutan/lahan untuk perkebunan besar ataupun lahan pertaniannya, penggalian liar mencari emas/intan dan lain-lain lagi yang dilakukan dengan illegal ataupun mencuri.

Kalaulah berbicara "green summit", yang intinya bagaimana menyelamatkan umat manusia dari bahaya lebih besar dibumi ini dengan upaya "menghijaukan" bumi, bukanlah sekedar harus menanam pepohonan sebanyak mungkin atau memulihkan kondisi hutan (hutan tutupan, hutan lindung, hutan produksi dan hutan bakau), tetapi bagaimana menjadikan/melestarikan udara yang kita dihirup itu sehat dan segar. 

Berarti, bagaimana mengontrol (kalau mungkin mengurangi/menghilangkan) zat-zat beracun yang dilontarkan keangkasa oleh asap pembakaran minyak bumi, batu-bara dan sejenisnya. Masalah yang berat buat banyak negara, terutama yang penghasilan utamanya untuk anggarannya dari material tambang itu.  

Pemerintah kita --khususnya Kementerian KLHK---tidak usah muluk-muluk mengurusi dulu soal racun diudara dampak material tambang itu. Masih ada tahun-tahun didepan. Tettapi, justru untuk melestarikan alam yang ada saja sudah kedodoran. Saya contohkan, dalam akhir 2020 hingga 2021 sekarang, terjadi perambahan hutan cagaralam di Sumatera (terutama Provinsi Aceh) dibabat pembalak hutan lebih dari 150 ribu hektar d9ijadikan perkebunan sawit dan ladang pertanian. Mungkin sebagian dijadikan ladang ganja  sebagaimana lazim dilakukan para penjahat narkotika disana.

Menurut catatan, kebakaran hutan dan lahan di Indonesia dari 1 Januari-1 Juni 2021 mencapai 52,499 ha. Masih banyak kerusakan dilakukan manusia, yakni isi hutan itu, berupa satwa (terutama yang dilindungi seperti harimau-sumatera, gajah-sumatera, badak-sumatera dan banyak lagi). Mereka kehabisan lahan makan, karena hutannya dibabat dan dijadikan perkebunan sawit para pengusaha besar dan kebun petani setempat. 

Salah satu contoh di Provinsi Riau (daratan), seekor harimau "mengganggu" masyarakat desa dan pekerja perkebunan sawit. Beberapa kali muncul dan dilaporkan ke BKSDA setempat. Apa yang dikerjakan karyawannya? Mereka mencoba menembak satwa yang sangat dilindungi itu dengan peluru bius. Tapi, selalu gagal. Entah menembaknya gemetaran karena takut atau senjata/pelurunya sudah usang! Akhirnya mereka minta bantuan anggota Kepolisian dan berhasil menembaknya mati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun