Mohon tunggu...
Amak Syariffudin
Amak Syariffudin Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya Sekedar Opini Belaka.

Mantan Ketua PWI Jatim tahun 1974

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perlu Bikin Malu Demi Berobat?

5 April 2021   17:16 Diperbarui: 5 April 2021   17:46 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(KOMPAS.COM/DHIAS SUWANDI)

Barangkali Pemerintah dan rakyat kita harus menanggung malu, karena seorang Gubernurnya secara sembunyi-sembunyi memasuki negara lain. Begitulah Gubernur Papua, Lucas Enembe, melewati jalan tikus yang lazim untuk sarana penyelundupan lintas batas negara antara Indonesia dengan Papua Nugini, akhirnya ditangkap oleh otoritas Papua Nugini pada 31 Maret lalu. 

Jadilah berita yang meluas: dia diekstradisi alias diusir (tentu dibarengi pernyataan tidak sopan) dikirim balik ke wilayah Indonesia. Peristiwa itu terjadi di perbatasan RI-Papua Nugini di distrik Skouw, pantai utara Papua.  Alasan sang Gubernur, masuk PNG dengan menyelundup itu mau berobat. Meski tidak dijelaskan, dia sakit apa dan pengobatan macam apa.

Barangkali kalau berjalan atau membonceng sepeda motor ojek melintasi batas negara itu dilakukan pada tahun-tahun 1980-an, dimana saya waktu itu sempat ke perbatasan Skouw tersebut cuma ada palang-pintu seperti palang untuk jalan kecil melintasi rel-kereeta api, bisa saja dimaklumi. 

Tapi sejak beberapa tahun lalu, di Skouw sudah ada gerbang Indonesia yang megah (symbol "wajah Indonesia") dengan penjagaan petugas Imigrasi, Bea Cukai serta aparat keamanan. 

Memang tidak ada pagar pembatas yang memanjang sebagai pembagi dua wilayah berlainan negara itu dari pantai utara Samodera Pasifik hingga ke Merauke di selatan di Laut Arafura. 

Kiranya dilakukan tutup mata saja kalau ada jalan-tikus yang sebenarnya sudah diketahui, baik oleh petugas kita maupun PNG. Jalur tersebut digunakan untuk pertukaran penduduk yang meskipun berkewarganegaraan berbeda, namun masih satu kerabat yang berdiam di negara berbeda. Terutama sekali, jalur itu berpotensi bagi warga PNG memasuki Provinsi Papua untuk membeli beras, lauk ataupun pakaian.

Tetapi yang kini terjadi itu seorang Gubernur. Dia ialah menjadi pejabat negara. Herannya kok masih juga terbawa kebiasaannya suka melewati jalan-tikus yang berupa setapak (untuk berjalan kaki sampaipun sepeda motor) melalui hutan rimba dan belukar, sehingga berakhir menjadi buronan dam akhirnya berhasil ditangkap aparat PNG. 

Sebenarnya sudah ada aturannya, bahwa setiap pejabat tinggi yang akan keluar negeri harus seijin dari Menteri Dalam Negeri. Seumpama pak Lucas Enembe minta ijin ke Mendagri dengan alasan berobat, barangkali tak sulit dan bisa difahami oleh Menteri. Apalagi cuma ke negara tetangga dan sahabat. Kalau sudah terjadi seperti itu, kan jadi malu. Bukan saja dirinya, tetapi nama Pemerintah dan Negara kita. 

Kalau terus-terang saja berobat sakit apa dan kepada siapa (termasuk dukun!), tak soal. Bisa terus-terang, dan namanya akan dilindungi oleh Kemendagri. Bukannya apa yang terjadi sekarang, justru menerima surat peringatan dari Kemendagri. 

Barangkali kalau era pemerintahan Presiden Suharto, dia bisa dilengserkan.  Masalahnya mengapa tidak berobat medis di Indonesia saja? Kalau di Papua tidak ada, bisa minta ijin Mendagri berobat di Jakarta atau kota besar dengan rumah sakit besar lainnya di negara kita. Kita sudah punya dokter-dokter ahli untuk berbagai penyakit. Barangkali ada juga dokter ahli tapi juga punya keahlian merangkap setengah dukun. Juga ada.

Yang jelas, pak Lucas Enembe tidak bisa seumpama dikirim ke PNG sebagai salah seorang delegasi guna sesuatu perundingan. Masalahnya, dia sudah diekstradisi alias diusir. Jadi Namanya diblokir untuk memasuki negara itu. Terkecuali masuk lewat jalan-tikus yang sudah pernah dilewatinya. Ada-ada saja tingkah laku oknum pejabat kita yang bikin malu!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun