Mohon tunggu...
Amak Syariffudin
Amak Syariffudin Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya Sekedar Opini Belaka.

Mantan Ketua PWI Jatim tahun 1974

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Waspada Covid-19 Melangkahi Perbatasan

18 Maret 2021   13:12 Diperbarui: 18 Maret 2021   13:46 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk menghentikan 'lalu lintas' virus covid-19 menyeberangi perbatasan antara Indonesia dengan negara-negara lain di Asia Tenggara maupun dengan negara-negara di seluruh dunia, merupakan pekerjaan yang  sangat sulit. Dijaga ketat di satu pintu masuk-keluar, namun lewat "pintu" lain. Apalagi luas dan panjang kepulauan Indonesia bisa dikata terpanjang di dunia. Bahkan ada yang diperkirakan tidak mungkin. Sebagai contoh, panjang perbatasan Indonesia dengan Papua Nugini di Papua yang seolah ditarik garis lurus dari utara ke selatan, tak satu meter pun terdapat pagar pembatasnya. Jadi, begitu pulalah tiada batas materiil yang menghalangi arus manusia dalam lintas-batas antara kedua negara. Karenanya, sampai dengan saat ini, jelas tidak mungkin dilakukan guna menghentikan arus penyebaran covid-19 yang menginfeksi orang-orang di kedua belah perbatasan itu. Upaya yang bisa menguranginya hanyalah apabila bagaimana orang-orang atau masyarakat setempat menyadari tentang bahaya covid-19 dan kesadaran tidak ingin menyebarluaskan penularannya kepada kerabat ataupun masyarakat lainnya. Jadi tergantung dari pemahaman mereka tentang  bahaya kematian yang membayang-bayangi kehidupan mereka akibat dari virus itu. 

Mengapa tulisan ini perlu saya ungkapkan lewat Kompasiana?

Pada 16 Maret lalu, pemerintah Australia yang selalu menjadi "pelindung" negara Papua Nugini, minta kepada negara-negara Uni Eropa agar dapat mengirimkan bantuan sedikitnya lk. 1,5 juta vaksin anti covid-19 ke Papua Nugini. Meskipun Australia telah mengriimkan sekitar 1 juta vaksin tersebut ke Papua Nugini. Masalahnya, virus itu kini sedang "meledak" disana, sementara negara tersebut tidak mampu untuk melakukan sendiri pembelian vaksin itu.

Meskipun kita bersimpati kepada negara sahabat atas derita akibat pandemi itu dan kita sendiri masih bergulat keras dengan berbagai cara, termasuk aktivitas vaksinasi yang sedang digiatkan, namun Indonesia bukan negara kaya yang seperti diharapkan oleh Sekjen PBB agar dalam urusan penggunaan vaksin anti covid-19 juga membagikan vaksinnya ke negara-negara tidak kaya. Namun satu hal yang sangat merisaukan kita, yakni penyebaran atau "meledaknya" infeksi covid-19 di Papua Nugini itu mau tidak mau akan melangkahi garis perbatasan Papua Nugini dengan Republik Indonesia.

Petugas penjagaan perbatasan kita  tidak mungkin menjaga perjalanan lintas batas itu, karena yang disebut "garis perbatasan" itu tidak ada garisnya dan tidak ada pagarnya. Sejak di gerbang-perbatasan di distrik Skouw di Kabupaten Jayapura di utara dan ke tengah melewati Kabupaten Jayawijaya lalu ke selatan di Kabupaten Merauke, perbatasan itu cuma ditandai tugu-tugu perbatasan yang ditanamkan pada jarak berapa puluh kilometer. Masyarakt sepanjang perbatasan,-- apakah warganegara Indonesia atau warganegara Papua Nugini, seolah tak peduli mereka itu warganegara apa. Meskipun ada yang tahu, tetapi di kampung seberang dari negara lain itu adalah kerabat dekatnya. Mereka bebas saling berkunjung dengan melewati jalan setap menerobos ladang ataupun hutan atau menyeberangi sungai untuk saling berkunjung dan bersilaturahmi. Jadi, dalam lalulintas batas itu, dalam waktu dekat ini sudah pasti diboncengi virus covid-19  asal dari timur: Papua Nugini.      

Pada akhirnya, dalam urusan bahaya covid-19, Indonesia dan Papua Nugini harus bekerja sama. Yakni bagaimana mengatasi boncengan covid-19 pada orang-orang yang bebas melakukan perjalanan lintas-batas itu. Susahnya juga, hingga kini keberadaan Puskesmas (apalagi Rumah Sakit) di sepanjang perbatasan itu sangat-sangat minim. Terlebih yang ada di wilayah Papua Nugini.  Berarti penanganan terhadap kemungkinan penyebaran meluas virus itu di Papua bakal sulit terbendung.

Lalu, menghadapi "peledakan covid-19" di Papua Nugini itu bagaimana? Distulah sekali lagi ditagih kemampuan Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten) yang harus mendapat dukungan Kodam Cenderawasih dan Polda Papua serta Instansi dari Pusat mencari rekayasa untuk mencegah atau sekurang-kurangnya meminimalisir kemungkinan penyebaran covid-19 yang meluas di Papua Nugini. Kalau sampai juga menjadikan "ledakan" infeksi hingga kematian akibat covid-19 di Papua dan pulau-pulau sekitarnya, maka jelas bencana pandemi itu bakal sulit ditangani.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun