Mohon tunggu...
Amak Syariffudin
Amak Syariffudin Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya Sekedar Opini Belaka.

Mantan Ketua PWI Jatim tahun 1974

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Siapa yang Pantas Ditepuk Tangani di Papua?

15 Februari 2021   17:26 Diperbarui: 15 Februari 2021   17:54 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Dokumentasi TNI/Kompas.com)

Ketika saya sempat sehari penuh mendampingi Sekda Provinsi Papua untuk memberikan sambutan dan penghargaan kepada penduduk desa Skouw, Distrik Muara Tami, Jayapura, yang hari itu pada tahun 1999 merayakan pembangunan desanya, maka itulah pertama kalinya saya berkunjung ke Perbatasan RI dengan Papua New Guinea (Nugini). Desa yang memang mepet dengan "garis batas" bagian utara provinsi Jayapura, Papua (dulu masih bernama Irian Jaya) dengan provinsi North Sepik yang beribu kota Sandau, PNG. 

Karena saya dianggap tamu, maka selalu didampingi Letkol Suharto, Komandan RPKAD (Resimen Pasukan Khusus AD; sekarang berganti nama menjadi Kopasus) untuk diajak memasuki jalan beraspal kerah tenggara Jayapura yang menghubungkan kota kabupaten Abepura (Sentani) dengan Sandau dan mendatangi pintu garis perbatasan kedua negara. 

Sebelum sampai ke lokasi itu, kami singgah di markas pasukan RPKAD yang "menyelinap" dalam hutan dengan markasnya yang terdiri dari tenta-tenda dan satu dua barak dari kayu di dalam hutan berlatar belakang gelap. Itulah pasukan Letkol Suharto yang sehari-hari menghadapi musuhnya, bukanlah manusia, tetapi nyamuk malaria jenis tropicana. Meskipun keberadaannya adalah menangkal gerombolan bersenjata OPM (Organisasi Papua Merdeka), namun gerombolan itu bersembunyi di pedesaan dan hutan Papua Nugini. Tidak berani melangkahi garis batas itu yang bisa disapu oleh pasukan RPKAD. 

"Pintu perbatasan" tersebut saat itu hanya berbentuk palang terbuat dari besi (seperti palang penjagaan di rel kereta api). Di daerah PNG malahan tak ada pintu sama sekali. Hanya ada papan bertuliskan "Welcome to Papua New Guinea". Namun, kalau kini anda kesana, dalam pemerintahan Jokowi, di tempat itu berdiri bangunan megah berpatung lambang Garuda, jalanan lebar dan pelataran beralas beton untuk perdagangan-bebas.  Itulah PLBN Skouw -Border Post of Indonesia- dengan tulisan besar-besar "Welcome to Indonesia".

Beda pula di desa Suto. Sebut saja "lorong" perbatasan RI-PNG di selatan yang berada di kabupaten Merauke (lk. 80 km timur kota Merauke), yang saya datangi Agustus 2002 dengan melalui jalan beraspal yang sudah rusak, meskipun tercatat dalam rencana jalur Jalan Trans-Papua dari Jayapura di pantai Teluk Cenderawasih dan Pasifik ke selatan di Laut Banda, Samodera Hindia nantinya. 

Meski melalui hutan pohon eucalyptus dari Taman Nasional Merauke, namun di pedesaaan itu sudah banyak pemukiman, pertokoan kecil ataupun kedai-kedai makanan. Maklum, jalan tersebut merupakan jalur kota Merauke-kota Boven Dugul dan banyak dihuni oleh para transmigran sejak jaman Hindia Belanda. 

Seorang Letnan dari TNI-AD yang Bersama beberapa perajuritnya dengan bersenjata laras panjang mengawal saya dan rombongan kecil kami ketika menyentuh patok-perbatasan yang terbuat dari beton berbentuk seperti tugu peringatan, mengisahkan, bahwa beberapa kali pauskan gerombolan OPM menerobos perbatasan yang tiada pagar kecuali belukar yang lebat dan dapat diusir kembali ke dalam daerah PNG.

Jadi, ketika saya membaca berita ada lagi seorang perajurit kita dilukai tembakan yang kini disebut KKSB (Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata) yang tak lain sempalan-sempalan OPM dan kemudian terjadi baku tembak sambil buang peluru karena takada yang terkena, jadilah kita heran. 

Entah sudah berapa perajurit yang gugur dan luka-luka, begitu pula orang-orang sipil, tanpa ada berita berapa anggota gerombolan itu ditewaskan. Masalahnya, jumlah pasukan  dari Kodam Cenderawasih sekarang jauh lebih banyak dari sewaktu harus didatangkan pasukan RPKAD dulu. Begitu pula anggota Kepolisian, terutama Brimob-nya, juga cukup banyak. 

Tetapi hasil capaiannya menghadapi puluhan anggota KKSB itu tak pernah tercatat dalam pemberitaan. Malahan beberapa hari lalu, salah satu TV siaran nasional kita mengadakan peliputan kira-kira 20 orang anggota gerombolan bersenjata itu berlatih. Kesemuanya memegang senjata api laras panjang model masa kini.

Bukannya buruk sangka kita, rakyat pencinta NKRI, bahwa kemampuan untuk menumpas mereka (meski alasannya selalu medan yang sulit) perlu dipertanyakan. Kalaulah bagaikan perlombaan, yang menang diberi tepuk tangan, maka di Papua itu, pihak siapa yang patut ditepuk-tangani?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun