Mohon tunggu...
Amak Syariffudin
Amak Syariffudin Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya Sekedar Opini Belaka.

Mantan Ketua PWI Jatim tahun 1974

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Imlek Tertutup yang Meriah

13 Februari 2021   13:17 Diperbarui: 13 Februari 2021   13:38 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)

Perkiraan semula, bahwa umat yang memeriahkan Tahun Baru Imlek 2572 atau pada 12 Februari baru lalu bakal sepi untuk merayakannya maupun beribadah ke vihara-vihara. karena dalam suasana pandemi covid-19. Ternyata perkiraan itu meleset.

Meskipun keramaian pestanya yang selalu dilakukan di beberapa jalanan pada kota-kota besar ataupun di dalam mall, tidak dilakukan pada tahun ini, namun hanya di vihara-vihara atau tempat persembahyangan lain umat Konghucu atau yang merayakannya, Nampak meriah dengan serba warna merah menyala.

Artinya, makna untuk memperingatinya terpenuhi. Masyarakat kita yang memperingatinya mematuhi anjuran Pemerintah, yakni apabila untuk membagi-bagikan angpau (hadiah uang atau lainnya) dilewatkan online. Maksudnya memenuhi prokes. Antara lain yakni untuk tidak bergerombol (jaga jarak).

Yang patut diberi penghargaan dan ucapan terima kasih dari umat yang merayakannya adalah stasiun-stasiun televisi nasional yang mempunyai siaran lingkup nasional, karena dengan cara masing-masing menyiarkan rangkaian dari perayaan Imlek 2572 sebagai "Tahun Banteng" ini.

Peliputan reportasenya menggambarkan tentang kemeriahan dan kekhusukan umatnya dalam melakukan kewajiban keagamaannya. Malahan pada kesempatan itu, almarhum KH Abdulrachman Wahid (Gus Dur) oleh umat keturunan Tionghoa diangkat sebagai "Bapak Umat Tionghoa" dengan suatu papan bertuliskan namanya dalam huruf Latin maupun huruf Cina dan ditempatkan di salah satu vihara.

Hal itu tidak lepas dari keputusan-keputusan dan pendapat-pendapatnya yang "memberikan kebebasan dan hak yang sama" dalam menganut agama bagi warga negara kita (terutama bagi keturunan Tionghoa) semasa dia menjabat sebagai Presiden RI. Termasuk kebebasan dalam merayakan Imlek, yang sebelumnya dilarang atau dibatasi oleh pemerintahan Presiden Suharto.

Kemeriahan dalam suasana tertutup karena pandemi covid-19 itu juga adalah wujud dari kebebasan warga negara kita dalam  menganut agama apapun yang diakui oleh Pemerintah.

Kebebasan dan kemeriahan itu menunjukkan, bagaimana Imlek diakui sebagai salah satu bagian dari budaya kita. Terutama sekali dengan keberadaan masyarakat kita yang menganutnya dan terutama di kota-kota besar maupun daerah yang mempunyai penganut terbanyak seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

Sejak pertikaian politik dan kepentingan kekuasaan yang paling sengit di kawasan Timur Tengah/Afrika Utara mulai puluhan tahun lewat yang melahirkan perbuatan teror, bagi kita itu bukanlah pedoman dari masing-masing agama yang dianut oleh teroris-teroris yang menonjolkan, bahwa itu adalah tuntunan dari agamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun