Mohon tunggu...
Amak Syariffudin
Amak Syariffudin Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya Sekedar Opini Belaka.

Mantan Ketua PWI Jatim tahun 1974

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kurangi Stunting: Demi Generasi Masa Depan

8 Februari 2021   13:36 Diperbarui: 8 Februari 2021   13:42 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika Presiden Jokowi menyatakan (5/2/2021) kepada Kabinetnya dan instansi di bawahnya, agar pada tahun 2024 dapat dicapai target angka stunting 14 persen saja, maka sangat banyak publik bertanya-tanya: apa itu stunting? Jenis makanan atau penyakit atau lainnya dalam bentuk apa? Ketika Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo buru-buru menyatakan (6/2/2021) bahwa dia optimistis  bisa menurunkan stunting sesuai target yang ditetapkan Presiden itu, asalkan didapat kerja sama dari semua instansi pemerintahan.

     Karena yang menanggapi itu dari pihak BKKBN, menjadi jelas, stunting ada kaitannya dengan kesejahteraan ibu, bayi dan anaknya. Untuk apa atau bagaimana? Kalau anda membuka kamus, istilah stunting itu tidak ada yang menyebut berkaitan dengan yang masalahnya jadi urusan BKKBN. Akan tetapi, Kementerian Kesehatan dulu pernah berkampanye (11/4/2018) bertema "Melawan Stunting". Cuma tidak populer, tertindih oleh berbagai peristiwa yang berpengaruh pada pola pemerintahan waktu itu. Akhirnya berpengaruh pada kurang peduli pada sektor kesejahteraan generasi mendatang.

     Stunting (bahasa Inggris, belum dibuat padanan dalam bahasa kita) adalah "penyakit" yang menyerang bayi (sewaktu dikandung atau sudah dilahirkan) karena kurang gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu cukup lama. Akhirnya jadilah penyakit kronis yang mempengaruhi pertumbuhan anak-anak itu.

     Dari penelitian (25/1/2019) terhadap anak-anak dibawah lima tahun (balita), ternyata dari 3 balita kita terdapat satu balita menjadi penderita stunting. Berarti sudah masuk kategori gawat.

     Dalam anggapan umum, anak-anak penderitanya dinyatakan "cacat". Orang tua masing-masing ataupun masyarakat sekeliling dapat memperhatikan pertumbuhan fisik dan mentalnya, antaralain wajahnya nampak lebih muda dari usianya, pertumbuhan tubuh dan gigi terlambat, daya belajar buruk, pubertas lambat, pada usia 8-10 tahun menjadi pendiam dan berat badan lebih ringan dari umumnya.

     Mengapa anak-anak itu bisa mendertia "cacat" demikian? Ada faktor-faktor yang perlu diperhatikan orang tuanya, bahwa itu akibat kurangnya gizi dalam waktu lama,  pola asuh anak kurang efektif, pola makan tak baik, juga gangguan mental atau hipertensi dari sang ibu, sakit berulang-ulang dan faktor sanitasi tak baik.

     Apabila ditelisik apa itu stunting, secara umum dinyatakan adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita, akibat dari (a) Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal (b) Pengaruh gizi pada usia dini yang mengalami stunting dapat mengganggu pertumbuhan fisik dan psikis anak-anak. (c) Akibat penjarangan kelahiran (KB), karena pengaruh kontrasepsi dari ASI eksklusif, yang kesemuanya tak terkontrol.

     Mungkin keputusan Presiden Jokowi itu rencananya dikeluarkan pada 2019 lalu bersamaan dikeluarkannya hasil penelitian terhadap balita terkena stunting. Tetapi tertindih kasus penanggulangan munculnya covid-19 yang bertambah hari bertambah menghebat serta beruntunnya bencana gempa dan hidrometeorologi. Cuma tidak disebutkan, berapa persen balita kita menderita stunting tersebut.        

    Berbagai upaya menekan infeksi covid-19 dengan berbagai macam larangan dan ketentuan seperti protokol kesehatan (prokes), seruan "di rumah saja", langsung dan tidak memerosotkan perkembangan perdagangan/perekonomian. Akhirnya berdampak negatif terhadap pendapatan masyarakat dan berkurangnya kegiatan di luar rumah  serta ketaatan terhadap anjuran untuk tidak keluar rumah bila tak perlu, bisa saja menimbulkan kebosanan dan kegiatannya beralih "aktif" dalam urusan suami-isteri.  Bisa berakibat terjadinya  kehamilan atau kelahiran bayi penderita stunting. Kalaulah aktivitas demikian tidak terimbangi "syarat", antara lain kecukupan gizi bagi sang ibu (terutama bila hamil). Tidak usah memerinci "aktivitas apa" sehingga bisa begitu. Coba dipikirkan sendiri "mainan" apa akibat berada dirumah saja.

     Kalau Kepala BKKBN menyatakan "asalkan didapat kerja sama instansi pemerintahan", itu benar sekali. Sebab, dalam urusan kesejahteraan (terutama buat para ibu) kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan asupan gizi yang cukup, tidak terlepas dari hampir semua instansi dalam pemerintahan harus dilibatkan tanggung jawab urusannya.. Sebab, semua sektor yang menjadi urusan mereka itu menyangkut kesejahteraan rakyat. BKKBN bisa menjadi pelaksana utama. Tetapi tidak mungkin sendirian. Keterlibatan semua instansi dan masyarakat itu semua demi kehidupan generasi kini dan mendatang yang menjadikan putera-puteri Indonesia yang sehat mental dan fisiknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun