Mohon tunggu...
Amak Syariffudin
Amak Syariffudin Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya Sekedar Opini Belaka.

Mantan Ketua PWI Jatim tahun 1974

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Empat Babak Berdarah Jelang Hari Pahlawan (Bagian Keempat)

27 Oktober 2020   19:18 Diperbarui: 27 Oktober 2020   19:22 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertempuran Surabaya (istimewa) (merdeka.com)

Puncak Eskalasi Pertarungan.  8 November 1945 diam-diam militer kerajaan Inggeris mendaratkan 24.000 serdadu dari Divisi ke-5 berikut puluhan tank veteran Perang Dunia II yang mungkin sebelumnya sudah didaratkan di Jakarta. 

Tank-tank itu antaralain type Sherman (USA) yang belum pernah dilihat rakyat Indonesia, sehingga disebut "tank raksasa" karena dibandingkan dengan yang kita rampas dari Jepang. Demikian pula beberapa kapal perangnya memunggah jangkar diperairan Tanjung Perak & Ujung. 

Pihak kita tidak mengetahui pendaratan itu,  karena saat itu media telpon pun langka dan sulit akibat dikuasai militer Jepang sebelumnya. Sementara itu, jabatan Brigjen AWS Mallaby digantikan Mayjen BC Mansergh selaku Komandan Tentara Sekutu Jawa Timur dan mewakili Panglima Tentara Hindia Belanda. 

Situasi tegang sejak 1 hingga 7 November terus meningkat. Termasuk dalam hal saling pertukaran surat-menyurat akibat ancaman kekuatan militer Inggeris. Sepucuk surat Mansergh no. G-412-5  8 November 1945 yang dibawa kurir Inggeris untuk Gubernur Suryo berisikan kata-kata sombong dan ancaman,antara lain "kota Surabaya  dikuasai perusuh" dan kita "gagal menepati janji dan persetujuan". 

Sementara itu, di Jakarta  Presiden Sukarno sekembali dari Surabaya menyatakan "kita tidak memusuhi Inggris, tetapi NICA." Kenyataannya, justru yang berperan menekan kita ialah pimpinan tentara Inggris atas nama Sekutu dan NICA. 

Kesombongan Mansergh yang menganggap kita sebagai "budak penjajahan yang tunduk dan penakut" mengiringi surat-suratnya yang diiringi  ultimatum, agar semua pemimpin dan para pemuda sambil membawa senjata (api, tajam, bambu runcing, sumpit) dengan tangan diatas kepala berjalan ke Jl. Batavia (Jl Jakarta) tempat Mansergh berkantor di Tanjung Perak, menyerahkan diri ke tentara Sekutu. 

Dari dokumen di London, pada 7 November Mansergh berkirim telegram ke Markas Besarnya di Jakarta, bahwa "rencana untuk beraksi 10 November berjalan baik." Berarti, mereka sudah merancang operasi militer pada 10 November 1945.

Sikap para pemimpin rakyat pimpinan Gubernur Suryo: menolak ultimatum Mansergh yang mengancam akan memasuki Surabaya dan sekitarnya serta wilayah Jawa Timur. Ditegaskan Gubernur, hal itu melanggar perjanjian Sukarno-Hawthorn. Dia harapkan kerjasama yang baik, kesabaran serta menghilangkan kesalahpahaman. 

Namun Mansergh malah menyebarkan pamflet melalui pesawat udara diatas kota dengan mengulang ultimatumnya agar para pemimpin Indonesia, para pemimpin pemuda, kepala polisi dan petugas Radio Surabaya harus lapor ke Batavia-weg menaruh senjata apa saja 100 yard sebelum tempat pertemuan dengan tangan diatas kepala.kemudian ditawan dan menandatangani penyerahan diri. Bila tidak dipatuhi, Surabaya akan digempur dari darat, laut dan udara

Tanggal yang ditetapkan Mansergh jelas tidak dipenuhi rakyat Surabaya yang merasa terhina. Malam harinya, Gubernur Suryo, Residen Sudirman dan para pimpinan pemuda Doel Arnowo berembuk dan melakukan hubungan dengan Jakarta. Terutama dengan  Presiden untuk menentukan sikap. Presiden Sukarno meminta pimpinan Jawa Timur menunggu hasil  rundingan Menlu Ahmad Subardjo. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun