Mohon tunggu...
Heiaman Apriandi
Heiaman Apriandi Mohon Tunggu... Diplomat - Diplomat

Nama: Heriaman Apriandi TTL: Lombok Timur, 1 april 1999

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Renaissance, Sekularisme Abad Pencerahan

13 Juli 2020   16:36 Diperbarui: 13 Juli 2020   16:37 930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sekularisme Benang Merah Renaissance Dan Kebangkitan Barat

By       : Heriaman Apriandi

NIM    : 3920185110242

Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Darussalam Gontor

Beranjak dari sebuah pertanyaan mengenai apa sebenarnya yang menjadi episentrum dari Renaissance sehingga menjadi cikal bakal kegemilangan barat atau bangsa-bangsa eropa pasca abad pertengahan? maka Dr. Mohd. Sani Badron senior Fellow/Director Centre for Economics and Social Studies, Institute of Islamic Understanding Malaysia (IKIM) menjelaskan fenomena bersejarah tersebut didalam artikelnya yang berjudul Secularization its threat to the natural world politics and values. 

Bahwa semangat fundamental dari Renaissance ialah ketika otoritas gereja tidak lagi menjadi ihwal dasar di dalam menjalankan ritualitas hidup yang serba kompleks, artinya barat mulai menumbuhkembangkan doktrin sekular dengan menceraikan konsep agama dengan kehidupan dunia.[1]

Kendati demikian sekularisme tidak terjadi begitu saja, diantara yang mendasari terjadinya gerakan pemisahan agama dengan kehidupan dunia ialah ketidakmampuan otoritas gereja menjelaskan tentang aspek teologis serta maknawi al-kitab yang menjadi landasan dasar ajaran gereja. Pandangan umum barat menyatakan bahwa dengan menenggelamkan pengaruh teologis atau aspek agama maka kemajuan akan segera terbit, setiap manusia dapat berdikari, merdeka dalam menentukan nasib sendiri, karena tidak ada lagi dogma yang membatasi.

Kebebasan dapat menghasilkan perubahan besar, begitulah kiranya kata yang menyemangati kebangkitan barat dimana manusia tidak lagi berpegang pada prinsip memento mori (ingatlah engkau akan mati) justru di ganti dengan semboyan carpe diem (nikmatilah kesenangan hidup). Sehingga pada abad 14 Renaissance terjadi dan anthroposentris di kedepankan daripada teosentris.[2] Otonom dipegang secara mandiri oleh masing-masing individual dan bebas melakukan segala yang di kehendaki demi mencapai kesenangan dan kepuasan dunia.

Adapun produk unggulan dari gerakan Renaissance ini adalah menggalakkan nilai-nilai humanis, dan semangat humanis sangat meyakini bahwa setiap individu memiliki andil besar dalam revitalisasi pada multisektor kehidupan, semangat humanisme mampu mengembangkan ilmu pengetahuan barat dengan karakteristik mengedepankan rasio, pragmatis dan sekuler. ide spekulatif sangat di kedepankan sedang sentuhan dimensi agama di sisihkan.

Sebagai tulisan pengatar maka penting kiranya kita mengetahui apa itu Renaissance, terutama dalam tinjauan epistemik tentunya yang pekat akan historis bukan ahistoris. menilik fakta yang ada dan menjawab pertanyaan mengapa barat demikian? 

pertama dapat dilihat dari aspek bahwa peradaban barat pernah mengalami trauma psikologis ketika agama memenjarakan rasio masyarakat, zaman kegelapan yang terjadi pada abad pertengahan (the medival age) dimulai ketika imperium romawi runtuh bersamaan dengan kemuncula gereja Kristen sebagai rasio dominasi yang mengukung dengan sebuah fatwa sakral yang menyatakan ''tidak ada keselamatan di luar kristus''.

Jadi dapat di uraikan pernyataan umum bahwa keadaan yang menjebak psikologis masyarakat adalah ketika otoritas gereja dengan segala sistemnya tidak kompatibel dengan aspek sosial lahiriah masyarakat, meliputi kebutuhan generik yakni mendapatkan kebebasan dalam menjalani hidup. 

sehingga hasrat untuk terlepas dari penjajahan gereja termanifestasi dengan merombak epistemologi yang awalnya pekat akan asusmi gereja menjadi bentuk aliran rasionalisme, empirisme, relativisme dan skeptipisme sehingga tiba pada puncak dari usaha kebangkitan ini yang di sebut Aufklarung dan secara resmi barat menceraikan gereja dengan urusan sosial masyarakat. Oleh faktor-faktor diatas dapat di simpulkan bahwa benang merah yang menjembatani antara zaman kegelapan dengan era pencerahan adalah sekularisme terhadap logika dominasi gereja.

Refrensi:

Badron, Dr. Mohd. Sani. 2015. "Secularization its threat to the natural world politics and values." A companion to the worldview of Islam 101-110.

Currie, Stepen. 1982. "Understanding World History The Renaissance." In Chapter three Learning sicience and humanism, 96. Athen: School Of Athen.

Fanthoni, Rifai Shodik. 2016. "Sejarah Renaissans Eropa." Wawasan Sejarah. https://wawasansejarah.com/sejarah-renaisans/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun