Mohon tunggu...
Alysia Ratna
Alysia Ratna Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemakzulan Sang Bandit Berkerah Putih?

13 Oktober 2018   08:30 Diperbarui: 13 Oktober 2018   08:39 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Alysia Ratna*

Korupsi adalah sebuah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu, yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kekuasaan dan kepercayaan publik untuk mendapatkan keuntungan sepihak. 

Bahkan korupsi sudah diatur dalam undang-undang 1945 nomor 31 tahun 1999, BAB II, pasal 2 yang berbunyi, " Setiap orang yang secara hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lambat 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00(satu miliar rupiah)."

Sekuat itu undang-undang mengatur tentang korupsi. Tetapi, mengapa masih banyak para Bandit Berkerah Putih tetap melanggar peraturan paling tertinggi di Indonesia tersebut. Sebagai warga negara Indonesia, tentu kita tak asing lagi dengan istilah korupsi. 

Hal ini merajalela bahkan hampir di seluruh Indonesia. Banyak para petahana tergoda dengan uang yang bukan haknya, seakan mereka di ulangtahunkan oleh lautan uang rakyat. Dinasti baru terus terbangun di setiap daerah, salam sana sini tiba-tiba jadi caleg. 

Penjamuan para kawan politik, dananya pakai uang rakyat. Rakyat tak tahu apa-apa, mereka kerja, bayar pajak, ya bandit tinggal curi saja uang rakyat, toh tak ada yang tau. Saat ketahuan polisi politik, saling tunjuk tak mengaku dan akhirnya rela bermuka badak saat terciduk.

Kasus korupsi saat ini menjadi makanan sehari-hari bagi rakyat Indonesia. Karna seringnya diberitakan, sehingga rakyat resah dan rakyat tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi, salahnya di sini.

Kita sebagai rakyat harus membuka lebar-lebar fikiran kita pada perpolitikan di Indonesia. Kita perlu melihat elektabilitas para calon pemimpin sebelum memilih, bukan melihat hanya kepopulerannya saja. 

Seringkali masyarakat asal baca dan dengar lalu percaya akan kata orang tanpa melihat langsung fakta sebenarnya. Belum lagi kampanye politik dengan iming-iming uang rokok dan uang makan kepada rakyat, sogok sana sini agar mendapat kedudukan yang mereka mau, hal ini yang harus dihapuskan dari politik Indonesia.

Politik Indonesia sudah cukup semerawut, korupsi dimana-mana terjadi semudah membalikan telapak tangan. Kita rakyat Indonesia perlu pemakzulan sang Bandit Berkerah Putih ini, atau bahkan sampai pada pemecatan dan pencabutan hak politik nya? Tapi pada realitasnya pemakzulan ini tak berjalan mulus karena terlalu banyak uang tutup mulut dan ancaman tertutup. 

Politik Indonesia sudah terlalu keruh, jika tak diperbaiki dari sekarang, mungkin hanya akan menjadi salah satu sampah negara. Bahkan hukuman yang diputuskan oleh hakim menurut undang-undang yang berlaku tak membuat si pelaku jera, malah sebaliknya mereka melakukan suap dan memperbanyak tindakan korupsi di balik jeruji besi. Atau mungkin bukan jeruji besi, tapi rumah singgah yang mewah dengan fasilitas memadai yang mereka sebut penjara.

Yang baru-baru ini hangat dibicarakan yaitu tertangkapnya pelaku korupsi di DPRD Kota Malang. Menurut  Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), sebanyak 41 dari 45 orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap tentang pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015 agar disetujui. Dalam kasus ini banyak yang khawatir bahwa hal tersebut akan menjadi cikal bakal kasus korupsi massal yang lain. 

Kasus korupsi DPRD Pemkot Malang menunjukan bahwa potensi korupsi massal disetiap daerah itu sangat tinggi kemungkinannya. Akibatnya pemerintahan kota Malang terancam lumpuh karena banyaknya anggota DPRD yang ditahan. Rapat-rapat paripurna di lembaga perwakilan bersama pemerintah kota tak bisa dilaksanakan karena rapat paripurna tak memenuhi kuorum

Kasus korupsi yang melibatkan 41 anggota DPRD kota Malang juga memberikan dampak bahwa Indonesia negara yang masih lmah dalam pencegahan korupsi. Kasus ini membuktikan bahwa korupsi itu dapat dilakukan beberapa pihak dalam skala besar dan lambatnya  penanganan kasus korupsi sebab kasus korupsi begitu lama terungkap. 

Badan legislatif nyatanya masih kurang tegas dalam langkah lanjutan pemakzulan. Kurangnya kekuasaan badan legislatif dalam menindaklanjuti kasus ini justru lebih membuka peluang besar terjadinya korupsi. Bahkan sebagian orang membuat guyonan "4 orang sisa itu jarang masuk kantor sih makanya ga diajak korupsi"

Lihatlah betapa mirisnya realitas politik di Indonesia, ini baru satu daerah, bukan tidak mungkin bahwa di daerah lain lebih banyak Bandit Berkerah Putih ini. Beratus-ratus atau bahkan sampai beribu-ribu jika di telaah lebih dalam. Indonesia butuh politik bersih bebas korupsi, politik Indonesia perlu disaring bersih, jika perlu hukum mati para koruptor.

Semakin banyak orang yang tidak bisa berbuat apa- apa tentang korupsi, maka akan semakin banyak juga Bandit Berkerah Putih yang menjalankan aksinya tanpa pikir-pikir lagi, segampang itu melakukan korupsi di Indonesia. Korupsi adalah permasalahan yang cukup besar di Indonesia sampai hampir tak terkendali setiap tahunnya dan selalu saja menjadi benalu dipolitik Indonesia. 

Di ibaratkan pohon, benalu perlahan-lahan terus menjalar keseluruh permukaan pohon, sampai daun yang indah dan lebat tergantikan oleh bibit-bibit benalu baru yang awalnya tumbuh pada satu benih menyebar keseluruh pohon, dan akhirnya pohon itu mati karna benalu-benalu tersebut. Seperti korupsi di Indonesia, jika tak segera di atasi korupsi akan menjalar kemana-mana dan bukan mustahil jika akhirnya  pemerintahan Indonesia lumpuh.

Banyak pejabat publik yang haus akan kekuasaan dan kedudukan tapi tidak tahu apa kewajiban dan tanggungjawab dari kedudukan tersebut. Indonesia tidak butuh pemimpin yang populer dikalangan rakyat, Indonesia tidak butuh janji untuk mensejahterakan rakyat, Indonesia butuh pemimpin yang bisa memegang penuh tanggungjawabnya sebagai seorang pemimpin. Indonesia butuh pemimpin yang siap menghadapi konsekuensi kurang baik dari kawan seperpolitikan bila berpegang teguh pada perilaku etis.

Negara Indonesia perlu berbenah dari peristiwa korupsi yang ada di kota Malang ini, Indonesia harus lebih tegas dalam penegakan undang-undang. Dimana Indonesia telah mengatur tentang suap dalam undang-undang nomor 11 tahun 1980 tentang tindak pidana suap. Pemerintah harus lebih tegas dalam pemakzulan pertahana terdakwa korupsi di negeri ini, tak pandang bulu siapapun dia, setinggi apapun jabatannya, dan setinggi apapun kedudukannya.

Ki Hajar Dewantara pernah berkata "Namun yang penting untuk kalian yakini, sesaatpun aku tak pernah mengkhianati tanah air dan bangsaku, lahir maupun batin aku tak pernah mengkorup kekayaan negara".

*penulis merupakan mahasiswa mata kuliah Ilmu Politik semester 1, jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun