Mohon tunggu...
Aly Reza
Aly Reza Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya Bisa Menulis

Asal Rembang, Jawa Tengah. Menulis sastra dan artikel ringan. Bisa disapa di Email: alyreza1601@gmail.com dan IG: @aly_reza16

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sabtu Sore untuk Amanda

20 Februari 2020   14:37 Diperbarui: 20 Februari 2020   15:25 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Segera setelah dilarikan ke rumah sakit, tim dokter mewartakan bahwa korban lelaki berikut janin dalam kandungan korban perempuan tidak bisa diselamatkan. Korban perempuan yang baru siuman dua hari berselang menangis histeris menerima kenyataan yang harus ia terima. Hari-hari selanjutnya, si korban perempuan berubah menjadi pribadi yang pendiam, gampang depresi, dan sangat sensitif. Dalam suatu kesempatan bahkan ia pernah hampir melakukan percobaan bunuh diri. Pasalnya dia merasa sangat bersalah atas tragedi yang merenggut suami dan bakal anaknya itu. Sebab seandainya dia tidak memaksakan diri untuk ke suatu tempat, tragedi itu tidak semestinya terjadi.

Untunglah ada Gigih, seorang laki-laki yang berkat kehadirannya, perempuan itu perlahan-lahan mulai bangkit dari keterpurukannya. Ya meski tak pernah bicara kepada siapapun, paling tidak dia sudah mau melakukan beberapa aktivitas semisal rutinitas ke makam setiap Sabtu sore. Paling tidak dia tidak terlalu mengurung diri, dan yang paling penting tidak lagi melakukan percobaan bunuh diri.

Siapakah Gigih? Sesuai namanya, dia adalah sosok laki-laki yang gigih dalam segala hal, termasuk dalam menghadapi perempuan yang tidak lain adalah kakak Ara tersebut. Gigih sebenarnya  menaruh rasa pada kakak Ara sudah sejak masa kuliah, namun dia tidak pernah berani mengakatannya sampai kemudian kakak Ara dinikahi oleh lelaki lain.  Gigihlah yang kemudian menemani Ara dan kakaknya selama delapan tahun terakhir.

Suara siaran televisi kemudian membuyarkan  Ara dari lamunan. Laporan dari salah satu kanal berita menyebutkan telah terjadi kecalakan di jalan X, jalan menuju kota. Segera Ara mengambil telepon genggamnya, mengurutkan abjad, dan kemudian menyentuh salah satu kontak yang bertuliskan "Kak Gigih". Hanya terdengar bunyi "nut.. nut.. nut.." sedari tadi. Nomor Gigih sedang tidak bisa dihubungi. Ara semakin panik, pikirannya semakin tak karuan, hatinya kian gusar.

Dalam ketidakpastian itu, Ara melihat kakaknya berdiri di muka pintu kamarnya dengan mengenakan sweater "Kita ke lokasi, cari Gigih." Begitu kalimat pendek yang entah bagaimana bisa keluar dari mulut kakaknyaa. Ara terkejut, antara bahagia dan bingung. Bahagia karena kakaknya sudah mau  berbicara lagi, bingung karena sisi lain Gigih masih belum jelas keadaannya.

Keduanya bergegas menaiki mobil dan mobilpun dipegang kendali oleh Ara menyibak hujan yang masih tak kunjung reda.

*****

Amanda, aku juga tidak tahu bakal berapa lama bertahan menunggu kau keluar dari penjara yang kau ciptakan sendiri untuk pikiranmu. Tapi betapapun, aku tidak bisa berhenti begitu saja menunggumu, sebab aku percaya, tidak ada yang sia-sia dari sebuah penantian. Iya, aku terlalu keras kepala untuk terus mencintaimu.

Di tengah hujan yang luar biasa lebat, seorang perempuan dari seberang jalan berlari menghampiriku yang duduk di sebuah tempat tambal ban, menunggu roda motorku ditambal karena bocor di tengah perjalanan. Samar-samar tak ku kenali perempuan itu, tapi semakin dekat dia berlari menuju arahku. Semula ku pikir dia sama halnya denganku, ingin memastikan bahwa ban mobilnya bisa ditambal. Tapi entah bagaimana, tiba-tiba saja perempuan itu menyongsongku, memelukku dengan tangis sesenggukan.

"Maafin aku" dari suaranya sepertinya aku kenal. Perlahan ku kendurkan pelukannya, dan benar saja, perempuan itu adalah Amanda. "Kak Gigih nggak kenapa-kenapa, kan?" seorang perempuan di belakangnya turut bersuara. "Ara?."

"Ada berita kecelakaan motor di jalan X, ku pikir Kak Gigih." Mendengar itu tawaku meledak begitu saja. "Iya Ra, aku kecelakaan. Nih liat, ban motor kakak bocor. Kakak telat kumpul juga akhirnya.." Kali ini ku alihkan pandangan ke Amanda, matanya yang redup hari ini kembali menyala. Aku mengusap air hujan yang membasahi wajahnya dengan kedua telapak tanganku. Dia kemudian menggenggam tanganku sambil berkata lirih, "Kamu nggak boleh kenapa-kenapa. Kamu masih harus menemaniku tiap Sabtu sore."

Surabaya, 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun