Mohon tunggu...
Aly Imron DJ
Aly Imron DJ Mohon Tunggu... wartawan & wiraswasta -

Tuhan Tidak Tidur (Gusti Mboten Sare). email: alyimrondj@yahoo.com, Hp. 085866940999

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Luhut Panjaitan: "Sang Presiden Harian"

7 Maret 2015   09:37 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:02 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Peraturan Presiden No. 26 Tahun yang telah diteken Presiden Jokowi 23 Februari lalu secara riil memberi tambahan kekuasaan yang luar biasa besar kepada Kepala Staf Kepresiden Luhut Panjaitan. Perpres ini secara substantif disamping telah mengamputasi sebagian kewenangan yang dimiliki Wakil Presiden Jusuf Kalla, Presiden Jokowi juga berusaha membagi sebagian kewenangannya kepada Luhut Panjaitan (LP).

Kewenangan besar yang kini digenggam oleh Luhut Panjaitan adalah berdasarkan Perpres No. 26 tahun 20015 yang terbit 2 Maret lalu, diantaranya.

- Kantor Staf Presiden melaksanakan tugas pengendalian program-program prioritas nasional.
- Pengendalian dalam rangka memastikan program-program prioritas nasional dilaksanakan sesuai
dengan visi dan misi Presiden.
- Penyelesaian masalah secara komprehensif terhadap program-program prioritas nasional yang
dalam pelaksanaanya mengalami hambatan.
- Percepatan pelaksanaan program-program prioritas nasional.
- Pemantauan kemajuan terhadap pelaksanaan program-program prioritas nasional.
- Kepala Staf Kepresidenan dapat membentuk tim khusus dan gugus tugas lintas Kementerian
dan/ atau lembaga terkait untuk penanganan masalah tertentu.

Itulah sebagian besar kewenangan yang kini dimiliki LP, dimana dirinya tidak sekedar menjadi orang kepercayaan, tangan kanan, pengawas dan penjaga Istana Kepresidenan semata, tetapi juga memiliki otoritas yang sangat besar untuk melakukan eksekusi terhadap berbagai kebijakan pemerintahan yang telah sebagain diberikan oleh Presiden Jokowi. LP kini memiliki posisi lebih kongkrit berada 'diatas' para Menteri di Kabinet kerja karena dirinya memiliki tugas atau berwenang mengkoordinasikan, mengawasi dan sekaligus mengontrol tugas-tugas di seluruh lintas Kementerian.

Posisi LP bagai Menteri 'Senior' yang memiliki tuga khusus dan lebih besar karena bisa masuk, mengawasi dan bahkan mungkin ikut campur terhadap berbagai persoalan diseluruh Kementerian. Secara sederhana posisi LP dalam Kabinet kerja kini seperti; pengawas atau 'mandor' terhadap seluruh Menteri di Kabinet Kerja pimpinan Presiden Jokowi.

Karena sungguh besar dan strategisnya posisi LP, maka program jalan Tol Trans Sumatera yang berjarak sekitar 1000 KM yang baru dicanangkan Presiden Jokowi hakikatnya berada dalam kendali dan kontrol Kepala Staf Kepresidenan ini. Program ini adalah prioritas nasional yang sangat strategis dan prestisius yang ternyata menjadi wilayah kerja atau wewenang LP.

Berdasarkan Perpres tersebut secara riil segera berkonsekuensi pada berkurangnya atau terbaginya otoritas Wakil Presiden Jusuf Kalla. JK kini memiliki sosok atau kekuatan 'tandingan' yang secara riil membuat kewenangannya terbagi atau terkurangi. Posisi Wapres tampaknya akan lebih bernuansa simbolik-seremonial seperti di era Orde Baru antara ada dan tiada sehingga JK akan sulit untuk kembali tampil lincah, gesit dan cepat bergerak seperti ketika menjadi Wapresnya SBY.

LP juga memiliki ruang gerak dan kapasitas yang lebih terbuka untuk mengomunikasikan berbagai persoalan, di internal pemerintahan maupun di eksternal seperti kalangan partai politik maupun pihak swasta. Dengan kewenagan besar ini maka LP telah menjadi tangan kanan dan sekaligus benteng bagi Jokowi untuk bernegosiasi, membangun strategi dan menyiapkan eksekusi terhadap keputusan penting sang Presiden.

Dalam konteks percaturan politik, LP juga berperan strategis sebagai operator langsung dari sang Presiden untuk melakukan komunikasi dan negosiasi dengan seluruh kekuatan politik yang ada. Dengan cara ini maka Presiden Jokowi tidak harus turun langsung menghadapi tuntutan kalangan partai politik yang sering rewel serta banyak menuntut 'bargaining' dan balas budi.

Dipasangnya LP sebagai tangan kanan Presiden dan operator politiknya setidaknya berdasarkan pertimbangan bahwa tokoh ini adalah seorang Jendral yang brilian, memiliki jaringan kuat dan luas, ahli strategi, politisi senior dan berpengalaman. Dengan memposisikan LP sebagai operator politik Jokowi, niscaya kalangan parpol tidak bisa begitu mudah mengancam, mendikte dan mengintervensi Istana, tetapi yang terjadi justru bisa sebaliknya.

Besarnya kewenangan yang berikan kepada LP tampaknya menjadi kesadaran Presiden Jokowi yang tidak menguasai semua hal atau dirinya lemah dalam hal-hal tertentu. Jokowi adalah tokoh politik baru yang tiba-tiba muncul hanya berbekal elektabilitas dan popularitas, tetapi masih 'hijau' dalam penguasaan jaringan karena dirinya bukanlah pimpinan tertinggi dari sebuah partai politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun