Mohon tunggu...
Aly Imron DJ
Aly Imron DJ Mohon Tunggu... wartawan & wiraswasta -

Tuhan Tidak Tidur (Gusti Mboten Sare). email: alyimrondj@yahoo.com, Hp. 085866940999

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ruang Publik, Isu Seksi di Perkotaan

29 September 2015   23:03 Diperbarui: 29 September 2015   23:36 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ruang publik diakui atau tidak  masih menjadi istilah yang belum akrab ditelinga masyarakat umum yang  sebagian besar waktunya secara rutin dihabiskan untuk beraktivitas demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Walaupun istilahnya belum begitu akrab dan membumi, namun fungsi dan keberadaan ruang publik ternyata  sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat di Perkotaan, yang pemukimannya  semakin bertambah sesak, padat dan pasti juga diikuti dengan munculnya berbagai problem kehidupan didalamnya.

Kehidupan di perkotaan yang dipenuhi oleh masyarakat urban tentu mencerminkan tata kehidupan yang beragam, individualistik, materialistik dan konsumeristik. Corak kehidupan di perkotaan demikian selanjutnya membentuk tradisi komersialistik-- dimana setiap gerak aktivitas yang dijalankan oleh masyarakatnya cenderung dibisniskan. Kondisi demikian tentu akan sangat  memberatkan bagi masyarakat  kurang mampu sehingga  merasa 'teralienasi' karena tidak sanggup  membayar gaya hidup di perkotaan yang cenderung hedonistik, materialistik dan komersialistik.

Gaya hidup perkotaan seperti itu secara sosial tentu dapat berdampak kontradiktif, dimana jurang pemisah antara yang kaya dan tidak mampu menjadi semakin  kontras. Kelompok masyarakat yang beruntung akan sangat mudah menikmati gaya hidup secara eksklusif, hedonistis dan elitis, sementara  masyarakat yang tidak mampu semakin tersudut, tersisih dan harus bertahan hidup di pemukiman-pemukiman kumuh yang syarat dengan gaya hidup  kurang sehat, rawan kriminalitas serta sulit memperoleh layanan pendidikan, kesehatan dan pemerintahan secara layak.

Dalam konteks inilah munculnya ruang-ruang publik di Perkotaan yang langsung diprakarsai oleh Pemerintah tentu sangat menggembirakan, apalagi keberadaannya sepenuhnya tidak dikomersialisasikan. Keberadaan ruang publik di perkotaan  menjadi jawaban atas kebutuhan hidup masyarakatnya  yang selama ini terasa makin mahal karena  hampir semuanya harus dibayar dengan 'uang'. 

Dengan adanya ruang publik niscaya masyarakat perkotaan memiliki tempat atau fasilitas untuk berinteraksi, membangun silaturrahmi, bersosialisasi, berekspresi  serta   mengembangkan diri sebagai kebutuhan hakiki yang bersifat manusiawi yang tidak lagi dibatasi karena harus membayar dengan tarif yang kadang relatif tinggi. Kebutuhan hakiki inilah yang kini diapresiasi oleh Pemerintah melalui Kementerian PUPR yang mendorong tersedianya  ruang publik di Perkotaan.

Ruang Publik sebagai Isu Seksi    

Kebutuhan dan pentingnya ruang publik  sampai  kini masih menjadi tema yang 'sepi' untuk diperbincangkan atau  ditempatkan diwilayah pinggiran (tidak penting) dalam setiap perdebatan dalam rangka pembangunan di Perkotaan. Dalam kampanye-kampanye politik, baik saat Pemilu legislatif, Pilpres maupun menjelang Pilkada serentak 9 Desember mendatang, keberadaan  ruang publik di Perkotaan tetap tidak menjadi isu yang   aktual serta  terasa kurang menarik untuk dipasarkan dihadapan publik.  

Kampanye-kampanye politik yang terus digelorakan  selalu saja mengadu visi misi basi para kandidat yang terus diulang-ulang seperti; percepatan pembangunan perkotaan, transportasi yang  murah, peningkatan pendapatan masyarakat, pemerataan kesejahteraan, peningkatan  pembangunan infrastruktur secara signifikan, pendidikan dan layanan kesehatan gratis serta berbagai retorika heroik yang melangit juga  bombastis. Keberadaan ruang publik sangat jarang diangkat sebagai salah satu tema besar sekaligus  isu  sentral dalam kampanye politik-- padahal keberadaannya sangat dibutuhkan  masyarakat perkotaan secara komunal.

Karena itu masyarakat Perkotaan dituntut berani bersikap cerdas untuk menuntut atau  menyuarakan keberadaan ruang publik sebagai tema penting serta  isu 'seksi' di perkotaan yang mesti direspon oleh kandidat yang nantinya menjadi  pemimpin tertinggi di level lokal maupun nasional. Para kandidat pemimpin ini mestinya dapat cerdas mengangkat pentingnya ruang publik sebagai isu seksi yang populis dalam setiap kampanyenya karena keberadaannya  menjadi kebutuhan masyarakat perkotaan yang selama ini masih terabaikan.

Para kandidat yang sinis dan tetap dingin dengan tidak  mau memprioritaskan fasilitas ruang publik di Perkotaan sebagai isu kampanyenya  dipastikan tidak memiliki keberpihakan  nyata terhadap kebutuhan nyata masyarakatnya. Sebaliknya,  kandidat  yang peduli dan serius mengusung  pentingnya ruang publik di Perkotaan sebagai isu seksi dalam setiap kampanyenya adalah yang mengerti kebutuhan masyarakatnya sehingga dirinya memiliki 'hutang' yang wajib direalisasikan sesudah  dirinya terpilih menjadi pemimpin.

Ruang publik sebagai isu seksi perkotaan tidak boleh berhenti menjadi tema  di panggung kampanye belaka, namun harus menjadi komitmen mengikat yang wajib direalisasikan dalam program nyata pembangunan. Disinilah dibutuhkan advokasi serta  kebijakan politik anggaran yang 'memadai' demi merealisasikan tersedianya ruang-ruang publik di Perkotaan yang sangat dibutuhkan  masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun