Mohon tunggu...
Alya Riskina A.M
Alya Riskina A.M Mohon Tunggu... Penulis - Hiduplah sebagaimana hidup

*I do what i like, I like what i learn, so that I do what I learn, InsyaAllah. *I was active girl at last second. Wkwkwk.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ajarilah Murid Agar Tidak Berprestasi!

17 Februari 2018   16:06 Diperbarui: 18 Februari 2018   06:14 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak asing rasanya dalam dunia pendidikan formal mengadakan atau mengikuti sebuah ajang kompetisi baik akademik maupun non akademik. Namun , sebelum ulasan ini diteruskan ada baiknya jika anda memahami makna prestasi dari berbagai sudut pandang, pertama yakni seorang guru, biasanya mereka beranggapan bahwa prestasi itu hasil dari lomba baik menang maupun kalah, sedangkan pihak orangtua kebanyakan memahaminya sebagai hal yang didapat setelah memenangkan sebuah ajang kompetisi , dari kedua paradigma tersebut mempengaruhi pandangan siswa / peserta didik ternyata makna prestasi adalah "aku harus menang dalam kompetisi".

Sebagaimana kita ketahui bahwa suatu kompetisi dalam menilai siswa berprestasi dengan cara penilaian berupa angka contohnya peringkat kelas, lomba pidato, lomba matematika , dll. Bahkan jika kita ingat kembali bahwa tak jarang olimpiade lebih banyak menggunakan pilihan ganda untuk memudahkan korektor menentukan sang pemenang, dan tidak akan terlupa juga ajang ujian bergensi negara di Indonesia yang kita sebut dengan UN menggunakan sistem penilaian berupa angka. Doktrin ini telah merasuk seluruh saraf siswa sebagai pelaksana pencari prestasi. Sebagaimana pengalaman saya, tidak jarang dengan adanya nilai angka tersebut sering sekali saya berpegang teguh pada penilaian orang lain, selalu ingin terlihat sempurna walau adanya berbeda dari kata manusia baik. Apakah memang semua prestasi memiliki efek seperti ini ? Dan apakah lomba yang notabenenya menjadi patokan kita telah berprestasi merupakan cara terbaik untuk mencapai sebuah keberhasilan? Mengapa tidak jarang orang berprestasi namun tidak pernah memiliki titik temu bahagia bahkan memutuskan mengakhiri hidupnya? Mari kita bicarakan bersama

Kompetisi dalam menggapai prestasi dalam instansi pendidikan formal biasanya dimulai dari TK, SD, maupun SMP sesuai kemauan dan kemampuan siswa untuk memulai mengisi prestasinya. Dan di usia itulah peserta didik mulai menerima dan menyimpan makna dari segala hal termasuk prestasi, mereka akan menyerap apa yang orang dewasa lakukan. Kenyataanya, sebuah instansi sekolah biasanya menjadikan prestasi sebagai usaha untuk menjual nama sekolah baik untuk keperluan akreditasi dan lain lain. Sehingga, pada dasarnya makna prestasi itu hal yang baik , namun cara orang menilai prestasi juga banyak yang buruk. Seperti tetangga atau teman sekolah yang biasanya iri dan membuat kita tidak suka berprestasi atau guru yang sering memuji murid yang berhasil menakhlukkan kompetisi daripada murid yang sedang berproses mendapatkan prestasi dalam kompetisi. Sehingga bisa kita simpulkan hal hal yang akan diterima oleh seseorang yang memiliki prestasi :

1. Penghargaan

2. Bulliying

Mengapa kedua hal ini sangat berbeda, sebab dalam masyarakat luas tidak semua berpikiran baik akan apa yang kita dapatkan , terkadang sesama pencari prestasi pun saling menjatuhkan demi penghargaan bahwa dirinyalah yang terbaik. alasan lain masyarakat melakukan bulliying terhadap siswa berprestasi adalah mungkin seseorang yang berprestasi tidak memiliki prestasi prestasi wajar yang seharusnya sudah tercapai, seperti membersihkan tempat tidur, melipat pakaian, mencuci baju, menyetrika, atau memasak bagi perempuan dewasa biasanya hal ini kita dapatkan dari omongan tetangga atau saudara yang iri, namun saya kira ada baiknya kita memahami ocehan tersebut sebab hal hal yang mereka maksud merupakan prestasi yang amat sangat lumrah. Namun bayangkan di masa depan nanti banyak orang berprestasi namun tidak memiliki kemandirian seperti masyarakat pada umumnya dan dia masih tergantung pada orang lain dalam hal sepele seperti mencuci, memasak dan lain lain. Kita harus sadar bahwa tidak ada yang mengetahui takdir hidup kita, kalau seseorang tersebut bisa benar benar sukses dan bisa menyewa pembantu rumah tangga tak apa, lalu bagaimana jika kita harus berusaha sukses dari nol, rumah berantakan, uang bersembunyi tak kunjung datang, pasangan pun akan jenuh jika kemandirian tidak tertanam. Jika and tidak percaya ini akan terjadi, kita contohkan kisah nyata seorang siswi yang diwajibkan asrama oleh sebuah instansi pendidikan formal , dia stres dan nilai pun menurun padahal awalnya ia adalah orang yang berprestasi, ternyata saat dikonsultasikan dia tidak bisa mencuci dan merapikan tempat tidur sehingga ia dibenci teman asrama lalu ia merasa risih dengan tempat disekitarnya yang kotor, ia susah belajar sebab terus memikirkan cara mencuci dan membersihkan tempat tidur. Ini artinya dia salah mengartikan prestasi. Kita boleh menjadi panutan orang sekeliling kita karna prestasi akademik ataupun non akademik, namun jangan lupakan prestasi kemandirian kita untuk hidup. Untuk itu sebagai seseorang yang ingin mencapai prestasi diharapkan mampu menguasai 4 hal dibawah ini :

1. Belajar ( Mencari tahu hal yang baru dan tidak diketahui )

2. Bekerja ( Mengusahakan sesuatu agar menghasilkan hal yang bermanfaat)

3. Bermain ( loyalitas terhadap teman agar bisa mendinginkan pikiran )

4. Bercinta ( menebar kasih sayang sesama umat manusia )

Namun ke empat hal ini bisa terealisasikan dengan adanya kemauan dari diri sendiri juga bantuan dari pihak khusus. Bagi instansi pendidikan formal biasanya bidang prestasi atau konseling tentang masalah kemandirian ini dapat ditangani oleh BK ( Bimbingan Konseling). So, mulailah berprestasi dalam bidang akademik, non akademik, sembari meningkatkan prestasi kemandirian. Jika anda berprestasi maka semakin banyak orang yang mengenal anda , jika anda dikenal anda akan menjadi motivator mereka, jika anda memotivasi maka anda bermanfaat bagi sesama. Namun ingat sekali lagi, jangan berprestasi sebagaimana paradigma masyarakat, berprestasilah untuk menjadikan hidup anda lebih praktis dan menyenangkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun