Mohon tunggu...
Alya Rahma Moedjiyanti
Alya Rahma Moedjiyanti Mohon Tunggu... Lainnya - UMY 2019

A girl with thousand dreams

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Artikel Utama

Kisah Surat, Tetap Semangat Mengayuh Becak di Tengah Pandemi

26 Desember 2020   22:11 Diperbarui: 28 Desember 2020   22:48 883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Surat (58) saat berada di Taman Budaya Yogyakarta (TBY) (Foto: Alya Rahma Moedjiyanti)

Yogyakarta - Seorang pria bertopi hitam dengan masker yang menempel di wajah sedang duduk di atas becak dan berharap menanti datang penumpang yang membutuhkan jasanya. Sinar matahari yang sangat terik menyengat kulit tubuhnya yang sudah tidak lagi muda, menjadikan tubuh dan wajahnya tampak letih dan lesu.

Becak dengan lukisan pegunungan ini berhenti di seberang Taman Budaya Yogyakarta (TBY), tepat di bawah pohon beringin yang rimbun nan teduh. Sesekali ia memejamkan matanya dan menarik nafas dalam-dalam. Semilir angin yang lewat menjadikan ia sedikit rileks dan mengantuk.

Setiap kali ia mendengar suara langkah kaki, ia terbangun dari tidur santainya dan menawarkan jasa becaknya kepada orang yang lalu-lalang di sekitarnya.

Meskipun ia masih belum mendapatkan seorang penumpang pun sejak pagi, ia tidak mudah putus asa dan terus berupaya untuk menawarkan jasa becaknya kepada orang yang berseliweran di lokasi itu.

"Nama saya Surat. Seorang bapak-bapak yang sudah menjadi tukang becak sejak tahun 87-an," ujar Surat saat diwawancarai di tempat ia biasa mangkal di seberang Taman Budaya Yogyakarta (TBY), Sabtu (26/12/2020).

Becak milik pria yang kerap disapa Sur ini tampak unik dan menonjol dari becak yang ada di sekitarnya. Pada bagian samping badan becak terdapat lukisan pegunungan yang indah.

Lukisan yang ada pada becak tersebut ternyata dilukis oleh anaknya sendiri. Terlihat hasil goresan kuas berupa gambar gunung, sungai, dan beberapa tumbuhan tergambar indah oleh tangan anaknya yang lihai.

"Oh iya, lukisan di badan becak ini anak saya yang bikin. Dia suka lukis-lukis kayak gini, saya juga seneng lihat lukisan dia. Bagus-bagus," ujarnya dengan wajah yang sumringah.

Surat menjadi pengayuh becak bukan tanpa sebab. Ia memutuskan menjalani profesi ini karena tuntutan ekonomi.

Sebagai kepala keluarga, ia harus bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Terlebih lagi saat itu, ia memiliki 3 orang anak yang harus dipenuhi kebutuhannya.

Surat bertempat tinggal di daerah Bantul, Kota Yogyakarta. Setiap hari, ia harus bangun pagi dan pergi mengayuh becaknya mencari pundi-pundi rupiah di tempat ia biasa mangkal, tepatnya di sekitar Taman Budaya Yogyakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun