Sejak saat itu demo buruh jadi seperti pawai atau karnaval, sudah nggak peduli apa tuntutannya, yang penting turun ke jalan. Yang penting cangkem cuap-cuap di atas mobil komando, yang penting bentangin spanduk di jalanan, yang penting bisa konvoi motor keliling kota.
Yuk kita ubah budaya pekerja kita dari budaya nuntut jadi budaya “BERSYUKUR” dan “PRODUKTIF” Logika sederhana, kalau kita bersyukur dengan apa yang kita dapat dari perusahaan dan ditambah dengan produktif dalam bekerja, perusahaan nggak buta kok. Pasti akan ada yang namanya Penilaian Karya sampai promosi untuk karyawan yang punya semangat kerja dan prestasi lebih buat perusahaan.
Jaminan pak HRD ini !
HRD kan dibayar memang buat memperhatikan kesejahteraan dan potensi karyawan.
Kalau sudah kerja nggak promosi-promosi juga ? Berarti saatnya kita meninggalkan “comfort zone” kita dengan pindah ke perusahaan lain yang berani membayar lebih buat kompetensi kita.
Percayalah, biang-biang demo itu pasti karyawan lama bangkotan yang malas kerja (maunya minta dispensasi mulu dengan alasan kegiatan organisasi), nggak punya kompetensi dan nyaman dengan comfort zone di perusahaan kita. Pasti nggak berani kalau disuruh pindah ke perusahaan lain yang berani menggaji lebih besar.
Yuk... yuk yuk Saatnya ubah budaya “NUNTUT” jadi budaya "BERSYUKUR" dan "PRODUKTIF."
( Biar pak HRD kagak jadi Koplak lagi )
Fenomena demo buruh