Mohon tunggu...
Alvin F. Zahro
Alvin F. Zahro Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswi

Pemula yang masih Belajar

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bapak Rumah Tangga yang Mengalami "Dad Shaming"

20 September 2019   11:01 Diperbarui: 20 September 2019   11:09 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: newstalk.com

Setiap orang tua memiliki gaya pengasuhan yang berbeda-beda, gaya pengasuhan pun tidak selalu salah. Jadi, jangan mengomentari gaya pengasuhan orang tua lain. Karena berkomentar tanpa mengetahui tujuan awal bisa menyebabkan efek samping.

Apa efek sampingnya? Simak ulasan berikut ini.

"Cara kamu menggendong anak kok seperti itu, harusnya kan seperti ini". "Kok udah mau diet aja, kan kamu masih menyusui". "Kok anaknya di tinggal jalan-jalan", dan lain sebagainya. Begitulah orang lain mengomentari gaya pengasuhan orang tua yang lainnya, seakan-akan gaya pengasuhannya yang paling benar.

Sadarkah kalian bahwa komentar kalian itu bisa mengakibatkan mom-shaming yang lagi tren akhir-akhir ini. Mom-shaming adalah perilaku mempermalukan atau mengomentari pengasuhan ibu lainnya, seakan diri sendiri lebih baik.

Padahal sah-sah saja jika orang tua memiliki pengasuhan yang berbeda, karena pandangan tiap orang tua mengenai gaya pengasuhan terbaik bisa saja tidak sama. Namun, perbedaan gaya pengasuhan orang tua kadang-kadang memancing komentar negatif dari orang-orang di sekitar.

Ternyata bukan cuma para ibu saja yang bisa mendapatkan komentar terkait gaya pengasuhan, tetapi para ayah juga. Coba bayangkan bapak rumah tangga yang ingin mengasuh anaknya, harusnya diberikan semangat, bukan malah disindir, kemudian dikomentari seperti itu hingga membuat si ayah tidak percaya diri lagi untuk mengasuh buah hatinya. Apa tidak langsung down? Bahkan bisa jadi juga bapak rumah tangga enggan untuk mengasuh anaknya lagi dan menyerahkan ke istri.

Sarah J. Clark adalah akademisi University of Chicago. Pertengahan Juni kemarin ia dan sejumlah kolega mempublikasikan riset mengenai fenomena dad shaming untuk National Poll On Children's Health. Respondennya 713 ayah yang sedikitnya memiliki satu anak berusia 1-13 tahun (Tirto.id).

Menurut data dari Tirto.id, dari riset tersebut diketahui bahwa mayoritas pelaku dad-shaming merukapan 44% dilakukan oleh pasangan si ayah, kemudian kakek atau nenek 24%, lainnya merupakan teman-teman si ayah 9%.

Dad-shaming bisa memberikan dampak positif pada ayah yakni ayah jadi mengubah pola asuh mereka menjadi lebih baik. Beberapa ayah bisa terdorong untuk mencari informasi lebih lanjut tentang gaya pengasuhan yang baik setelah mendapatkan kritikan. Itu terjadi jika ayah mampu menerima kritikan sebagai sebuah pembelajaran. 

Namun, pada ayah lain yang terlalu banyak mendapatkan kritikan pedas dalam dad shaming, bisa mengakibatkan sebagian ayah menjadi tidak semangat untuk tetap berperan sebagai bapak rumah tangga. Lebih dari seperempat ayah mengalami dad-shaming, mereka jadi merasa tidak percaya diri mengasuh anak dan merasa tidak bisa memberikan kesejahteraan bagi anak mereka.

Padahal banyak penelitian menunjukkan keterlibatan ayah dalam mengasuh anak memiliki banyak manfaat. Contohnya saja ayah sering menggunakan kalimat yang berbeda dari ibu saat berkomunikasi sehingga menambah kosakata anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun