Mohon tunggu...
alvina rufianti
alvina rufianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - in the learning process:)

Bersakit-sakit dahulu Berenang-renang kemudian

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kenaikan PPn Memberikan Risiko Ekonomi Indonesia

16 Juni 2021   05:02 Diperbarui: 16 Juni 2021   05:20 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banner Infografis Siap-Siap Kenaikan Tarif PPN di 2022. (Liputan6.com/Trieyasni)

Publik sedang dikagetkan dengan kabar rencana pemerintah untuk mengenakan PPN atau Pajak Pertambahan Nilai untuk sejumlah barang dan jasa tertentu, khsusnya untuk sembako dan pendidikan. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan pada setiap transaksi jual beli barang atau jasa yang wajib dikeluarkan oleh orang pribadi atau badan usaha yang mendapat status Pengusaha Kena Pajak. Pemerintah berencana untuk menaikkan tarif PPN dari saat ini 10% menjadi 12%, rencana ini tertuang dalam rivisi draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (KUP). Kabar tersebut sebenarnya masih menimbulkan pertanyaan karena terjadi kebocoran atau adanya hoax karena rencana ini masih menjadi konsumsi internal yang sudah dikirim kepada pihak Dewan untuk dibahas bersama tetapi kabarnya malah sudah tersebar di berbagai media sosial. Baru hanya rencana saja sudah mendapatkan pro dan kontra dari masyarakat Indonesia, hal tersebut perlu peninjauan ulang untuk mempertimbangkan risiko dan dampak apa yang akan terjadi jika PPN dinaikkan.

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) meminta agar pemerintah menunda rencana kenaikan tarif PPN karena pada masa pandemi sekarang ini banyak masyarakat yang terkena pemotongan upah kerja, pemutusan hubungan kerja, bahkan mengalami kerugian serta kebangkrutan sehingga masyarakat masih kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Kenapa pemerintah berencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai? Karena Pemerintah membutuhkan pendanaan negara untuk menangani COVID-19 yang masih membutuhkan banyak biaya, pemerintah berharap adanya kenaikan PPN ini mampu meringankan masalah keuangan dan hutang bagi negara Indonesia.

Naiknya Pajak Pertambahan Nilai menyebabkan peningkatan harga-harga barang di masa pandemi sekarang ini, sehingga menyebabkan permintan barang dan jasa menjadi menurun yang akan berdampak pada penjualan di sektor usaha. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kenaikan PPN akan mempengaruhi biaya produksi dan konsumsi masyarakat. Hal tersebut juga akan menyebabkan turunnya produktivitas sehingga berpengaruh terhadap kurangnya penyerapan tenaga kerja. “Utilitas dan penjualan melemah, otomatis akan berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja, akan menurun,” kata Peneliti Center of Industry Trade, and Investmen (CITI) INDEF, Ahmad Heri Firdaus. Kejadian tersebut mengaakibatkan pendapatan dan konsumsi masyarakat akan menurun. Jika penyerapan tenaga kerja menurun maka akan berdampak pada masyarakat yang akan kehilangan pekerjaannya sehingga tidak memiliki penghasilan. Hal ini akan membuat masyarakat menjadi sengsara dan pada akhirnya akan memperlambat pemulihan ekonomi pasca pendemi Covid-19.

Selain hal tersebut, kenaikan PPN juga akan menyebabkan kurangnya kesejahteraan masyarakat bagi masyarakan yang kurang mampu yang pada akhirnya akan membuat masyarakat semakin miskin di tengah pandemi ini. Kenaikan PPN yang akan dilakukan pemerintah ini memberikan risiko dan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi sehingga perlu adanya pertimbangan lebih lanjut, kesejahteraan masyarakat menjadi taruhannya.

AR_24

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun