Mohon tunggu...
Alvin Hermawan
Alvin Hermawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Laki laki

Islam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keadilan Hukum Sebenanya Ada Dalam kode Etik Jaksa

24 Oktober 2021   20:38 Diperbarui: 24 Oktober 2021   20:47 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sehingga kalau hukum adalah lembaga dari nilai (keadilan). Maka hukum dalam penegakannya juga harus merefleksikan keadilan dengan "memberikan sesuatu yang pantas diterima olehnya". Dan tentunya, dengan vonis 2 tahun penjara serta denda 2 milyar rupiah, apabila dilihat kaca mata definisi tentang keadilan tersebut sangatlah tidak memadai untuk disebut sebagai keadilan. 

Dan kalaupun ada pihak yang menyatakan mereka mendakwa dengan dalil bahwa hal itu telah sesuai dengan ketentuan hukum, maka pastinya mereka akan sangat kekurangan dalil dalam pembelaan dan argumentasinya, karena dengan demikian mereka seakan hendak menjelaskan keadilan menurut hukum yang tidak didasarkan pada suatu nilai yang dikandungnya, tetapi didasarkan pada dalil bahwa "hukum menciptakan keadilannya sendiri".

Hal itu jelas sangat bertolak belakang dengan dasar teoritis dari aturan yang mengikat profesinya dimana hukum tidak menciptakan keadilannya sediri melainkan "pelembagaan" dari nilai yang sudah ada dalam pandangan masyarakat. Sehingga dakwaan dan tuntutan yang di munculkan kepermukaan tersebut dengan munculnya problem dan dicap sebagai bentuk ketidakadilan oleh masyarakat menunjukan ia tidak memberlakukan hukum yang seharusnya tetapi ia hanya berlagak seolah-olah sangat idealis menerapkannya.

Fungsi hukum acara pidana adalah mencari kebenaran materil. Dengan kata lain fungsi dari salah satu sistem hukum (pidana) adalah mendistribusikan dan mengalokasikan nilai kebenaran menurut masyarakat yakni keadilan kepada seseorang. 

Maka fungsi hukum acara pidana adalah mempertemukan terdakwa dengan sesuatu hal yang pantas ia terima. (4).. Ketika dalam proses hukum seseorang mendapatkan apa yang pantas ia terima, disinilah kita akan menemukan apa yang disebut keadilan menurut hukum dan keadilan yang ada pada hukum secara sekaligus. Dan kita juga akan melihat bentuk lingkaran bulat yang sempurna dari keberlakuan hukum (faktual, yuridik dan moral) sebagai satu kesatuan yang erat sebagai hukum.

Ketika kakek Busri didakwa kerena melanggar pasal 35 huruf e, f, dan g Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau terkecil jo pasal 73 dan atas dakwaan dan tuntutan tersebut ia divonis 2 tahun penjara dan denda 2 milyar rupiah, maka fungsi hukum acara pidana seharusnya adalah mempertemukan kakek Busri dengan sesuatu hal yakni akibat hukum dari perbuatannya, apakah ia pantas dipertemukan dengan hukuman atau dia lebih pantas dipertemukan dengan kebebasan. 

Dalam kosep yang semacam itu kita hendak menjadikan hukum sebagai alat predidiktif. Maksudnya disini hukum dipandang sebagai prediksi mengenai apa yang akan diperbuat oleh pengadilan dalam kenyataannya bukan dalam pengawangan atau angan-angan semata. (5).. Hukum memang norma susila yang berada dalam alam das sollen (alam khayal/batin/pikiran manusia) dan ia menjadi nyata ketika ada peristiwa hukum yang menggerakannya. (6). 

Artinya hukum sampai kapanpun berada dalam pengawangannya selama tidak ada peristiwa yang membuatnya nyata. Itulah yang dimaksud prediksi yang dalam sistem hukum kita menuntut bentuk yang tertulis (legalitas). Misalnya dalam contoh kakek Busri, ketentuan pasal 35 huruf e, f, dan g Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau terkecil jo pasal 73 itu hanyalah pengandaian tertulis kalau suatu saat ada perilaku yang sesuai dengan rumusannya. Maka, ketika ada orang yang melakukan perbuatan yang sesuai dengan rumusannya itu, seketika itulah aturan tersebut menjadi nyata untuk dikenakan kepada orang tersebut. 

Namun demikian, apakah pengandaian itu harus mutlak diterapkan dalam semua kasus?. Bagaimanapun hal itu hanyalah sebuah prediksi untuk memenuhi kepastian hukum berupa legalitas dimasyarakat agar orang menjadi tahu akibat hukum yang akan ia terima apabila melakukan suatu perbuatan dan sekaligus menghindarkan orang dari kesewenang-wenangan. Dalam prediksi tersebut biasanya dibuat dalam bentuk hukuman yang maksimal. Artinya hukuman itu masih bisa dibuat seminimal mungkin dengan pertimbangan aspek kenyataan. 

Bisa saja kakek Busrin divonis bebas atau diberikan hukuman percobaan beberapa bulan atas perbuatannya tersebut. Kita tidak hendak menyepelekan perkara tersebut namun efek dari perbuatannya tidak begitu berimplikasi serius secara langsung terhadap masyarakat. Namun, kita juga tidak hendak mengatakan bahwa perbuatan kakek Busrin adalah delik materil, hanya saja pertimbangan perbuatan, akibat dan hukuman harus juga disesuaikan agar pertemuan kakek Busrin dengan apa yang pantas ia terima menjadi momen yang mengharukan dimana keadilan telah terwujudkan.

Yang menjadi soal dakam tulisan ini adalah apakah penuntut umum harus seidealis mungkin menuntut seseorang berdasarkan ketentuan undang-undang yang seakan mereka seperti mesin mekanik atau corong undang-undang saja? Seakan jaksa dipengadilan hanya memiliki fungsi mengamankan undang-undang dan bukan mengamalkan moralitas nilai-nilai yang dikandungnya yakni keadilan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun