Mohon tunggu...
Alvin Haidar
Alvin Haidar Mohon Tunggu... Relawan - Chemical engineer in the making

Teknik kimia ITB 2016, Terbentur, terbentur, terus tidur Pembelajar, pelajar, pengajar, terhajar.... Cek ig @sobatgajah yakkk

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Gadis Sendu Bermata Biru

16 April 2020   00:39 Diperbarui: 16 April 2020   00:34 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Iya mas, ada cewek bunuh diri katanya." Jawabnya berbisik.

BYARRR. Ambyar. Akalku jadi kacau.

Tenaga medis keluar sambil membawa tandu berisikan tubuh manusia. Beberapa warga menyuruh minggir warga lain yang hendak mengerumuni dan melihat. Aku sedikit maju dan melihat jelas kondisi mayat. Terlihat...itu si gadis. Tubuhnya terbujur kaku, dengan tangan kanan tersilet-silet bekas sayatan. Bercak darah terlihat di sekujur baju yang dikenakannya. Pancaran bola mata birunya sedikit terlihat di balik kelopak matanya yang tertutup sedikit. Aku yang bingung dan shock panik untuk berbuat sesuatu. Hingga aku meratapi tubuh si gadis dibawa ambulans.

Hari Minggu, seharusnya menjadi hari yang nikmat untuk merebahkan diri.  Namun semua berubah menjadi kabut berselimut duka. Iya, kabar tentang bunuh diri si gadis telah sampai ke khalayak media. Ucapan bela sungkawa dan berbagai cerita publik muncul di berbagai media massa. Satu angkatan tidak ada yang mengetahui pasti berita hingga mereka melihat di lini masa kemarin.

Menurut berita, Si gadis kehilangan banyak darah akibat tindakannya merobek urat nadi di pergelangan tangan. Menurut perkiraan si gadis melakukan bunuh diri sekitar pukul 21.00 malam. Tidak ada yang sadar, hingga Bapak kos mengetuk pintu mencari si gadis yang sudah seminggu tidak keluar kamar. Sesal dan rasa bersalah hadir, karena aku tidak menyempatkan diri berkunjung malam itu. Jika saja malam itu setidaknya aku berkunjung, mungkinkah ada kesempatan si gadis itu hidup? Ah sial, rasa bersalah terus menghampiri. Namun, aku tidak bisa mengelakkan takdir dan harus mendoakan. 

Suatu tanda tanya yang masih tersisa, kenapa dia melakukan itu?

Hari ini sambil menunggu kepastian pemakaman si gadis, aku berencana berkunjung ke kos si gadis bertemu bapak pemilik kos. Pak Darmawan namanya, orangnya sederhana, sunda pisan dan merupakan penduduk asli Cisitu tujuh turunan mungkin. Kami berbicara panjang lebar tentang latar dan keseharian gadis. 

Pak Darmawan sepertinya juga sedih dan kasihan dengan keseharian si gadis. Interaksi dan komunikasi juga minim, dan lebih sering mengurung di  kamar. Berbincang pun biasanya untuk masalah pembayaran kos. Hal itu memuncak setelah dua minggu lebih si gadis tidak keluar kamar. Setelah lama ngobrol kemudian Pak Darmawan memberikan secarik kertas yang tertinggal di kamar si gadis.

"Oiya dek, Bapak juga nemu ini di kamarnya, bapak gak ngerti bahasanya" Pak Darmawan mengeluarkan secarik kertas dari saku.

Lama kuperhatikan itu merupakan bahasa Arab khas melayu yang jika dibaca akan memberikan makna bahasa yang mirip bahasa Indonesia. Aku kemudian mengartikannya.

"Assalamualaikum abah, umi, sudah minggu ke-4 aku sudah tidak masuk kelas. Bukan. Bukan sakit, alhamdulillah raga ini sehat. Aku sudah gak tahan mah, bah. Semua mata itu. Semua mata orang-orang seakan menuduh dan memandang rendah diriku di belakang. Mulut-mulut itu, semuanya seakan-akan menghardik dan membicarakan kejelekanku sambil berbisik. Aku tidak tahu apa salahku mah, bah. Semua orang tidak mau diajak atau mengajak berbicara. Teman, dosen, dan semua pun hanya peduli dengan kehadiran ragaku tanpa memikirkan keberadaan jiwaku di tengah-tengah mereka. Setiap orang yang kutemui dan berpapasan hanya lewat tanpa memandang. Aku berdoa pada Tuhan semoga setelah surat ini kutulis ada orang yang setidaknya menyapa."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun