Mohon tunggu...
Alvin Haidar
Alvin Haidar Mohon Tunggu... Relawan - Chemical engineer in the making

Teknik kimia ITB 2016, Terbentur, terbentur, terus tidur Pembelajar, pelajar, pengajar, terhajar.... Cek ig @sobatgajah yakkk

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Main Sejenak ke Taman Kanak-Kanak

9 Desember 2019   13:04 Diperbarui: 9 Desember 2019   13:40 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun, kadang untuk menyalakan dan mencari aplikasi word-nya saja beberapa guru masih kesulitan. Gak bisa kita kadang asal ngomong fitur “justify” atau “insert” wkwkkw. Meski demikian ada juga ibu-ibu yang semangat belajar dan sudah ngerti karena sedang ngerjain skripsi atau persiapan uji kompetensi.

Interaksi yang terjadi dengan guru-guru membuat teman2 dan saya justru lebih banyak belajar terkait dunia anak2 dan pendidikan dari mereka. Ngobrol bareng mereka mirip kayak sama mak sendiri. Tidak sedikit cerita juga dari Bu Ir yang berkisah tentang perjuangan dan semangat guru-guru PAUD di Sumba dan beberapa tempat di luar pulau Jawa. 

Lewat obrolan selama proses pelatihan, tidak sedikit sosok seperti Bu Sumi, Bu Ir, dan guru-guru PAUD menaruh harapan yang besar kepada Pak Nadiem selaku Mendikbud yang baru apalagi setelah pidato beliau terkait harapan dan tugas mulia guru ke depannya. Terhitung semenjak acara itu selesai, alhamdulillah kesadaran tim himpunan PAUD akan pentingnya hard skill berupa pemanfaatan komputer mulai meningkat. Tanggal 11 mendatang mereka akan melakukan pelatihan kembali terkait penggunaan power point sebagai wadah presentasi.

Makin ke sini saya mulai menyadari semakin saya mencari dan terlibat dengan masyarakat sekitar maka ukuran sebuah manfaat dari kegiatan pengabdian semakin terlihat jelas. Makin menarik karena sekarang saya lebih mengetahui sektor mana yang berdampak oleh bentuk pengabdian yang mahasiswa bawakan. 

Mirip dengan konsep zakat, yang  di awal rasa sekedar kewajiban individu kemudian dari harta yang dikeluarkan ternyata ternyata bisa menjadi penyeimbang ketimpangan sosial dan penggerak roda perekonomian. Kita memang gak bisa melulu menyalahkan pemerintah yang di atas, tapi kita yang bergerak dari bawah dan lebih dekat yang seharusnya lebih peka dengan problem sekitar. Hingga kelak ketika teman-teman yang membaca menjadi pemangku jabatan, teman-teman pernah menjadi saksi dari realita tersebut.

Terdapat ruang-ruang untuk kita beramal dengan apa yang sebenarnya kita punya. Teringat hadis yang menjadi mukaddimah saya di draft sekolah mentor.

“Tiga amalan yang tidak terputus ketika seorang meninggal dunia: sedekah jariyah, anak soleh yang mendoakan, dan ilmu yang bermanfaat”

Harta belum ada, anak belum punya, ya tinggal ilmu. Teringat ucapan Kang Yudhi dosen SBM yang ngingetin kalau jangan-jangan kita baru nyampe di kata “ilmu”-nya saja tanpa “bermanfaat”-nya.

Akhir kata, lagi-lagi dari ruang kelas di TK Annisa saya dan teman-teman memahami bahwa kadang gak perlu tunggu gelar sarjana apalagi gelar sarjana komputer buat bikin pelatihan tersebut. Cukup dengan apa yang kita punya selama ini (kemampuan main word saja) manfaatnya bisa sedemikian rupa. Kalau kata Hasbi aktivis pengmas Himatek, kalau kita sendiri kagak punya ilmunya bisa kok kolaborasi sama yang punya. Mahasiswa memang dilatih untuk menjadi seorang problem solver. Nyatanya jutaan mahasiswa tidak menyadari bahwa menjadi seorang yang finding problem saja kadang susah setengah mati. Wassalam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun