Mohon tunggu...
Alvin Haidar
Alvin Haidar Mohon Tunggu... Relawan - Chemical engineer in the making

Teknik kimia ITB 2016, Terbentur, terbentur, terus tidur Pembelajar, pelajar, pengajar, terhajar.... Cek ig @sobatgajah yakkk

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Resolusi Saya di 2018 adalah Melepaskan Diri dari Instagram

2 Januari 2018   06:33 Diperbarui: 3 Januari 2018   09:00 3455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock.com

Sempat terpikir di benak penulis untuk memulai awal tahun dengan sesuatu yang baik pastinya. Berbagai khalayak ramai menyerukan berbagai resolusi mereka lewat berbagai perangkat untuk awal tahun. 

Tidak terkecuali penulis, sejenak merenungkan berbagai hal yang telah dilakukan penulis selama tahun 2017. Kadang terpikir bahwa pergantian hari apalagi awal tahun sejatinya tak berbeda dari perubahan tanggal dan hari pada biasanya, hanya berbeda judul tahun yang tertera pada kalender saja, sudah seharusnya seorang manusia menjadi lebih baik tiap harinya terlepas itu di pergantian tahun atau hari-hari biasa. 

Terlepas dari hakikat pergantian tahun itu sendiri, penulis pun ingin berbagi salah satu resolusi awal tahun melalui tulisan di Kompasiana.

Sudah sejak 2016, penulis keluar dari lingkungan boarding school dan akhirnya mencoba menggunakan handphone. Rasanya saat itu tidak afdhol rasanya memiliki suatu gawai tanpa menginstall Instagram. 

Alhasil mulailah sejak tahun 2016 penulis menggunakan aplikasi yang dikembangkan oleh Kevin Systorm dan Mike Kriege sejak tahun 2010 ini. Sudah 2 tahun dan penulis melihat realita bahwa kehadiran Instagram terlebih di Indonesia memang telah menjadi bukti eksistensi seseorang dalam lingkup pergaulan zaman nowb ukan hanya sekadar gaya hidup namun juga kebutuhan bagi pihak-pihak tertentu. 

Terbukti terhitung 2017 pengguna Instagram telah mencapai sekitar 45 juta orang Indonesia (dari 261,1 total penduduk) dan hampir 80%-nya mengikuti akun bisnis. Di mana artinya Instagram telah berperan menjadi ajang usaha guna maningkatkan laju penjualan sekaligus konsumsi.

Sejak mengikuti bangku perkuliahan banyak teman-teman yang memang tidak menggunakan Instagram atau menghapusnya, melalui pengalaman dan realita sekitar penulis pun merangkumnya menjadi hal-hal apa yang menjadi pertimbangan penulis untuk berpikir untuk meng-uninstall-nya. Untuk mempermudah maka penulis menjabarkannya dalam bentuk poin-poin alur berpikir berikut:

1. Kebutuhan Hidup atau Gaya Hidup

Anda seorang public figure, pebisnis, fotografer atau memiliki suatu ketenaran tertentu sehingga disebut selebgram? Atau memang orang yang mendapat pendapatan melalui Instagram? Atau memiliki portofolio foto atau desain yang digunakan untuk bekerja atau mencari pendapatan. 

Maka mungkin anda bisa berhenti di poin ini jika ingin. Sayang, penulis masih menganggapnya sebagai gaya hidup sebagai wujud eksistensi penulis dalam masyarakat.

2. Memahami Tujuan Penggunaan

Guna menangkis alasan agar eksis, pastilah dari kita mencari berbagai hal-hal tertentu yang dapat dijadikan alasan 'kuat' untuk mengatakan mengapa kita menggunakan aplikasi tersebut. Baik alasan, awal penulis memang ingin sekadar memotret setiap langkah kenangan yang ada dan berbagi kebahagiaan/kesedihan  kepada orang lain. Artinya, orang yang membagikannya juga berhak melihat dong, ya kan? Baik jika kita 'kira-kira' memiliki alasan yang sama kita bisa lanjut ke poin selanjutnya.

3. Rajin Update, Follower Banyak, Akhirnya Jadi Tempat Promosi/Selebgram

Selamat. Pada poin ini setidaknya anda berhasil memanfaatkan peluang yang ada dengan menjadikan gaya hidup sebagai sarana yang produktif dan feeds yang ada seperti album mini. 

Ditambah lagi caption-nya yang panjang-panjang dengan berbagai quotes indah, ibarat kata anda telah menjadi public figure entah di kampus atau Indonesia yang siap menginspirasi. Anda bisa berhenti di poin ini jika anda telah demikian.

4. Jarang Update, tapi Aktif Bikin Story and Mantengin Home

Bertambahnya fitur story tampaknya semakin melejitkan Instagram sebagai salah satu aplikasi dengan pengguna terbanyak. Sedihnya kadang story kita berisi hal-hal yang sekedar menyebarkan kesedihan,curhat, atau beberapa hal yang dianggap 'gak ada yang peduli' dengan hal tersebut. Belum lagi, mantengin timeline yang isinya foto-foto teman berbagi kisah atau perjalanan mereka ditambah mantengin timeline mantan (eh..). 

"Vin, tapi biasanya ada info-info dari story atau akun tertentu yang bermanfaat sebagai berita nih." 

Baik jika porsi mendapat hal bermanfaat atau informatif lewat Instagram memiliki porsi yang besar dibanding nge-stalk atau sekedar liat-liat anda dapat berhenti di poin ini. Artinya anda telah mampu menggunakan Instagram sebagai wahana informasi guna meningkatkan kapasitas diri.

5. Nge-Stalk Ukhti-ukhti Yaduu.. (Poin khusus jika anda muslim)

Kenapa saya tulis hal seperti ini? Ya, karena saya juga melakukannya ha..ha..ha... Tidak sedikit anjuran gudhul basar (menundukan pandangan) jika kita ingin berusaha mengurangi risiko zina mata atau mencegah diri melakukannya memang Instagram bukanlah tempat yang ramah bagi ikhwan fillah sekalian. (Poin ini menjadi alasan terbesar saya kenapa muncul ide menulis ini hehe).

6. Bikin Story Gak Penting dan Pemalsuan Eksistensi Diri

Mungkin inilah poin akhir di mana penulis ingin pembaca mulai mempertimbangkan kebutuhan salah satu aplikasi yang dipakai. Sebagai mahasiswa, sangat terasa 'kegunaan'-nya jika penulis bosan maka penulis akan membuka instagram sekadar untuk lihat-lihat saja. Namun sayang waktu yang dihabiskan ternyata jika dihitung terbuang banyak hanya untuk kepoin orang.

Terlebih  di tahun 2017 ini di mana fenomena kidz zaman now berkembang, instagram telah menjadi wadah utama yang memperlihatkan dilema keadaan anak-anak aman sekarang (sekalipun bukan yang utama). 

Bagi kita yang bijak, mungkin memakai instagram bukanlah suatu masalah besar, namun jika anak-anak? Kelak hingga besar nanti, kecanduan pada fitur gawai ini akan memberikan efek negatif berupa pola kehadiran diri lewat masyarakat serta berbagai pemalsuan diri yang dilakukan untuk menampilkan impres yang baik pada publik.

Padahal gamabaran diri yang ditampilkan kepada publik sejatinya bukanlah kenyataan yang hakiki atau pun kepahitan. Tidak semua kesedihan dan kebahagiaan dapat selalu kita bagi, sejatinya tempat berbagi yang dapat memberikan solusi memnag kepada-Nya, sahabat, orang tua, dan orang-orang yang dapat kita percaya.

Setelah melihat tulisan ini, bagi yang terpikir untuk melanjutkan menggunakan fitur ini dengan alasan poin 2 dan poin 4, sok mangga. Tidak ada yang melarang atau gk ada satu dalil pun yang emang melarang (wkwkwk), patut digaris bawahi penting untuk menggunakan aplikasi ini dengan bijak jangan sampai yang awalnya sekedar gaya hidup malah menjadi kebutuhan hidup yang  fana agar dilihat orang.

Bagi yang berniat berhenti atau memang tidak memakai, inshaallah tidak akan mengganggu kehidupan pembaca secara umum. Terlebih bahwa banyak kawan penulis yang tidak memakai dan tetap bisa up-to date. Malahan mereka bisa terhindar dari hal-hal negatif dari instagram itu sendiri.

Akhir kata, harapannya setiap elemen masyarakat dapat memahami tiap-tiap pilihan individu tanpa dengan mudahnya mengecap orang yang tidak memakai sebagai 'kampungan' atau yang menggunakan sebagai 'pengguna produk amrik' hehe.... 

Terkait keputusan penulis berdasarkan judul ini masih saya pikirkan (ha ha ha ) namun yang penting saya ingin lebih menghadirkan keberadaan diri saya lewat Ide terutama lewat tulisan di Kompasiana ini di tahun 2018. 

Note: Tulisan ini bukan bertujuan untuk mengerucutkan opini massa untk melakukan atau anti-terhadap judul di atas. Tulisan ini ditujukan untuk pihak-pihak tertentu yang memang ingin atau berencana menghapus instagram atas dasar kebutuhan ataupun prinsip tertentu yang dipegangnya. 

Mohon diperhatikan penulis pun masih memakai aplikasi tersebut di handphone. Harapannya, melalui tulisan ini penulis dapat memberikan insight-nya bagi pihak-pihak yang memakai instagram kenapa ada orang yang memang menghapus atau tidak menggunakan aplikasi ini sama sekali. Terima kasih.

Referensi: 1, 2, Bank Dunia, Biro Sensus Amerika Serikat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun