Mohon tunggu...
Alviansyah Putra Indrayadi
Alviansyah Putra Indrayadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - masyarakat biasa

belajar menyampaikan opini

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Gratis, Apakah Realistis?

20 Oktober 2021   22:26 Diperbarui: 20 Oktober 2021   22:48 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Seorang Anak yang Ingin Bisa Merasakan Bangku Sekolah, Namun Terkendala Biaya. Foto: Aaron Burden/Unsplash 

Bagaimana tidak? Saat ini negara masih memiliki beban hutang yang tak sedikit jumlahnya baik yang berasal dari warisan maupun di masa pemerintahan. Terlebih di situasi pandemi seperti saat ini. 

Menyikapi situasi tersebut Syaiful Huda, Ketua Komisi X DPR RI, dalam agenda refocusing anggaran bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengingatkan bahwa alokasi 20 persen adalah kewajiban negara dan tidak boleh dipotong dengan segala alasan.

Keadaan Indonesia seperti saat ini memaksa pemerintah agar sebisa mungkin menekan pengeluaran. Banyak anggaran yang disunat untuk dialihkan dalam upaya percepatan penanganan pandemi. Pemotongan juga terjadi di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

Akan tetapi pemotongan tersebut bukan pada sektor sekolah atau kegiatan belajar mengajar melainkan pada anggaran perjalanan dinas dan pelatihan. 

Meski demikian, dalam hal ini, komitmen pemerintah sebagaimana disampikan Menteri Keuangan untuk tidak mengobok-obok porsi anggaran pendidikan di tengah pandemi yang masih berlangsung perlu untuk diapresiasi.

Ketiga, meski pemerintah telah menjadikan pendidikan sebagai program prioritas namun fakta menunjukkan bahwa angka putus sekolah di Indonesia masih relatif tinggi. 

Dari artikel bertajuk “Angka Putus Sekolah yang Masih Tinggi di Indonesia” tulisan Hamidah Nurhayati diperoleh data bahwa berdasarkan lembaga PBB yang bergerak di bidang anak-anak UNICEF pada tahun 2016 terdapat sekitar 2,5 juta anak putus sekolah. 

Penyebab dari terjadinya putus sekolah beragam. Mulai dari akses dan ketersediaan infrastrukur pendidikan hingga masalah ekonomi. Dalam hal ini mari kita sorot faktor ekonomi.

Ekonomi adalah satu dari banyak faktor penyebab siswa tidak melanjutkan sekolahnya. Tambahan, bahwa jumlah putus sekolah di dominasi oleh masyarakat desa. Hal ini tentu sejalan dengan kondisi ekonomi masyarakat pedesaan yang rata-rata berada pada kategori menengah ke bawah.

Kondisi tersebut diperparah oleh pandemi dengan tingginya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang berimbas pada meningkatnya jumlah pengangguran dan kemiskinan.

Siswa yang putus sekolah memilih bekerja untuk membantu perekonomian keluarga. Bahkan beberapa dari mereka memilih untuk menikah dini. Pihak kementerian pun membenarkan bahwa angka angka putus sekolah di masa pandemi ini naik secara signifikan hingga 10 kali lipat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun