Mohon tunggu...
Achsinul Arfin
Achsinul Arfin Mohon Tunggu... Freelancer - Suka membaca dan menulis

Suka menulis, baca buku, review buku, serta semangat belajar dalam hal literasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Generasi Kolonial vs Generasi Millenial

9 Januari 2023   11:08 Diperbarui: 9 Januari 2023   11:11 2204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: verywellhealth.com

Anak-anak generasi Milenial memiliki karakteristik yang berbeda dengan dengan orang-orang dari pendidikan Kolonial. Dua generasi tersebut apabila digabungkan bagaikan Tom and Jerry.

Para orang tua memiliki kelabihan dari pengalaman yang pernah merasakan getir manis kehidupan dan juga sudah ditempa berkali-kali tentang masalah hidup, akan tetapi untuk penggunaan teknologi kurang bisa menguasai.

Di sisi lain anak-anak milenial mereka jauh lebih jago menggunakan teknologi, tapi memiliki kelemahan bosan dengan satu pekerjaan, maka jangan heran mereka bisa berganti-ganti pekerjaan tiga atau empat kali dalam satu tahun.

Cara berpikir anak-anak generasi sekarang mereka lebih memilih pada sebuah kecepatan perubahan dan juga hal yang instant, apalagi banyak anak-anak muda yang menyalah artikan mengenai prinsip kebebasan finansial, sedikit bekerja tapi hasil nyatanya bisa dirasakan dengan lebih cepat.

Banyak perangkat-perangkat teknologi yang memfasilitasi kemampuan tersebut, bahkan dengan adanya bantuan smartphone dan berbagai aplikasi bisa menghasilkan shortcut dalam pekerjaan.

Misalkan saja, dahulu sebelum sosial media belum se-booming sekarang, ketika orang-orang ingin mengedit video mereka membutuhkan aplikasi yang harus menggunakan komputer, sebut saja adobe audition yang jauh lebih rumit dalam menggunakan fitur.

Akan tetapi dengan adanya sosial media seperti TikTok, reels di instagram, dan short di Youtube memudahkan seseorang dapat membuat video dalam hitungan detik, dan pengerjaannya pun jauh lebih mudah.

***

Tidak perlu dipungkiri kecepatan pembelajaran tersebut kadangkala membuat anak-anak muda sekarang menjadi lebih arogan, apalagi yang sudah terpapar oleh sosial yang memperlihatkan hal-hal yang toxid.

Para anak muda menganggap bahwa orang tua sudah masanya berlalu, tidak peduli se-epik apapun ceritanya, yang menjadi role model tetap saja orang-orang public figure yang terkenal dari media sosial.

Cara bertutur kata, tingkah laku, dan juga pola pikir orang-orang dari sosial media yang disukai lebih bisa mempengaruhi daripada pembelajaran akhlak yang berada di sekolah.

Mereka mungkin lupa, bahwa orang-orang tua pada zaman dahulu memiliki mentalitas jauh lebih kuat karena keadaan, bahkan ketika berusia anak-anak pun sudah dituntut bertahan hidup dengan mencari nafkah.

Sedangkan orang tua menganggap bahwa anak-anak di era milenial ini jauh lebih cengeng dan juga rapuh, mentalitasnya gampang patah dan selalu kecanduan dengan paparan teknologi sehingga tidak bisa mengendalikan diri.

Apabila kedua sudut pandang tersebut hanya diambil dari yang bertolak belakang, tidak akan ada titik temu terhadap pemikiran, dan menjadikan jurang pemisah bagai seseorang yang tidak mau mengalah.

Harusnya orang dari kolonial dan anak-anak milenial harus bersatu padu membentuk sebuah sinkronisasi yang menguntungkan, anak-nak mudan mungkin lupa bahwa para orang tua tersebut memiliki wisdom dan juga finansial yang lebih baik yang kadang kala bingung mau menempatkan uangnya ke mana.

Sedangkan di lain pihak bisa jadi orang tua lupa bagaimana rasa penasaran dan stamina anak muda yang melebihi mereka, dan perjalanan pikirannya pun jauh lebih cepat, apabila mereka bisa menginvestasikan tanggung jawab kepada mereka.

Dengan wisdom dan kecepatan para kaum milenial tentunya akan menghasilkan percepatan, pasalnya anak-anak muda tersebut masih minim modal.

Akan tetapi ada pula beberapa perusahaan yang mengelompokkan antara orang tua dan orang muda dalam perusahaannya, sehingga mereka akan saling terpisah. 

Hasilnya bisa ditebak, ketika ada anak muda yang melakukan kesalahan pasti ada omongan dari para orang tua yang menggosipkan mereka, pun sebaliknya, karena hal itulah kolaborasi sangat diperlukan untuk memperkuat dan menutupi kekurangan masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun