Mohon tunggu...
Alul dE Conan
Alul dE Conan Mohon Tunggu... -

Lahir dan Besar Di Makassar, Entah Mo Jadi Seperti apa kelak...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Mencari suasana di tiang-tiang langit kota Makassar

9 November 2009   06:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:24 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makassar,`6 November 2009. Menyusur Makassar melalui aspal yang tak lagi lengang. Kali ini, macet dan berdebu. Makassar tlah macet dan berdebu, mungkin akibat kemarau berkepanjangan yang sedang melanda Makassar. Krisis air dan listrik, Makassar sedang dilanda kemelut akibat kemarau yang berkepanjangan ini.

Namun, kali ini kita tak sedang membicarakan Makassar dengan segala problematikanya. Kali ini saya lebih senang untuk menuliskan dan menceritakan tentang perjalananku hari ini. Menyusuri kota Makassar dan memandang Makassar melalui puncak-puncak tranggulasinya.

Dari tamalanrea menuju gedung graha pena Fajar, langsung saja melalui lift langsung ke puncak. Maaf, lantaran kali ini kita di kota besar, sebaiknya kita gunakan fasilitas yang telah disediakan untuk itu. Kali ini tak sepatutnya kita menjunjung idealisme pendaki, sebaiknya realistis saja. Tangga memang telah disediakan, namun sebaiknya untuk menghemat tenaga dan mengefisiensikan waktu, lift adalah satu-satunya kunci menuju ke puncak yang paling realistis. Maaf, kali ini tak ada tempat untuk idealisme. Realistis mungkin lebih indah saat ini.

Dari puncak graha pena, memandang Makassar dengan segala problematikanya, memandang segalanya yang tampak kecil dari atas, mengingatkanku ketika berada di puncak tranggulasi bawakaraeng, lompobattang dan sekitarnya. Sungguh indah berada di atas ketinggian, mungkin dengan cara seperti ini saya bisa sedikit merefresh pikiranku yang sekarang masih kalut dan galau. Memandang mahaproyekjalan laying disekitaran KM 4, memandang mega proyek Kalla Tower dari kejauhan, memandang gedung rektorat UNHAS, memandang keanggunan Mesjid Al markaz Al islami, memandang monumen Mandala, memandang hamparan laut nan perak ditimpa mentari.

Cukup lama saya berada disana, saya pun segera beranjak meninggalkannya. Suatu saat saya pasti kembali kesana. Kembali kedalam lift, saya menyempatkan diri untuk mengelilingi sudut graha pena, sudut per sudut, lantai per lantai. Dan begitu puas, langsung menuju ke basement.

Tujuan selanjutnya, kali ini pilihan saya jatuhkan kepada mesjid al markaz al islami. Mengagumi keanggunannya, memandangnya dari dekat, sangat dekat. Sejenak saya sandarkan kepalaku di salah satu pilarnya. Hari ini jumat, suasananya begitu ramai. Ramai oleh para jemaah yang kebetulan datang lebih awal untuk menunaikan sholat jumat, ramai oleh para pedagang yang setiap jumatnya datang ketempat ini untuk menjajakan dagangannya. Tanpa berpikir panjang, saya pun menuju ke tempat wudhu, sekedar mensucikan diri dan berharap semoga air wudhu ini bisa memberikan ketenangan bagiku, bisa menyejukkan hati ini, menjauhkanku dari perbuatan yang mungkar dan memberikan jalan yang lapang untuk sekedar berhenti bersuudzon. Setelah selesai berwudhu, kembali kudapati pilar mesjid yang agak sepi, kembali kusandarkan kepalaku, merenungi hari-hari yang telah lalu, meminta petunjuk untuk bisa sekedar melapangkan jalanku menuju pintu taubatNYA. Ya Allah, engkaulah Maha Perkasa.

Mesjid Al markaz semakin ramai, jalanan dan selasar yang tadinya lengang kini telah padat oleh para jemaat yang berlalu lalang dan ada pula yang sekedar menyandarkan bokongnya, mungkin terlalu lelah sehingga harus beristirahat sejenak. Sayangnya, saya Cuma memandangnya dari kejauhan. Saya sudah menemukan tempat yang teduh dan enggan untuk beranjak. Saya mendengarkan sayup-sayup suara yang menghanyutkan hati melalui pengeras-pengeras suara dari tiap-tiap sudut. Saya mendengarkan ceramah jumat kali ini yang entah dibawakan oleh siapa, saya tidak ambil pusing. Dan akhirnya iqamat dikumandangkan, saatnya merapatkan shaf untuk menunaikan 2 rakaat ini. Allahu Akbar!!!dalam hati yang haru saya akui, sudah terlalu lama saya meninggalkanmu yaa Allah.

Assalamualaikum warahmatullah..Assalamualaikum warahmatullah..akhirnya salam dikumandangkan melalui pengeras suara mesjid ini menandakan usai sudah 2 rakaat kali ini. Setelah menunaikannya, saya sempatkan diri untuk sejenak berkeliling mengitari mesjid Al markaz al islami, sudut per sudutnya sembari membayangkan kembali romantisme memori masa kanak-kanakku yang banyak kuhabiskan di tempat ini, hanya sekedar bernostalgia.

Selepas dari mesjid al markaz, kembali saya mendapati legendaku, kendaraan yang selama ini selalu setia menemaniku kemanapun saya mau (dan kemanapun dia MAMPU, hehehe). Dan akhirnya pilihan selanjutnya, saya jatuhkan ke atap GTC . entah kenapa saya memilih tempat ini. Mungkin karena dulu ditempat ini, saya banyak menghabiskan waktu bersamanya atau mungkin juga saya terpacu untuk mendatangi tempat ini disiang hari, disaat mentari bersinar dengan sangat teriknya. Maaf, selama ini saya Cuma mendatanginya di malam hari. Kali ini akhirnya berhasil juga saya mendapati tempat ini dibawah siraman sinar matahari yang terik.

Dari tempat ini, saya bisa memandang hamparan laut dari kejauhan, dari tempat ini saya bisa memandang trans studio berdiri dengan kokoh dari kejauhan, dan banyak sekali yang bisa saya pandang dari sini. Tentunya hembusan angin laut ikut menggetarkan hati dan perasaanku saat ini. Allahu Akbar, nuansa pos 9 lompobattang, pos 8 bulusaraung, dan puncak bawakaraeng serasa saya dapati ditempat ini. Hanya beton yang kupijak yang kembali membuatku tersadar bahwa sekarang saya tidak berada disana. Saya juga akhirnya sempat berpikir, pendaki terkadang menemui ajalnya di gunung, pemanjat terkadang mengakhiri hidupnya melalui peristiwa accidental dari ketinggian. Kira-kira dimana saya mendapatkan anugrah tersebut? Saya mengingat sebuah puisi dari soe hok gie; seorang tokoh yang kugilai dan kupuja sepenuh hati; isinya kurang lebih seperti ini : orang-orang seperti kita ini tidak pantas mati di tepat tidur!!! Saya sepakat, GIE!!! Tak pantaslah bagiku untuk mati di tempat tidur. Namun jikalau Penciptaku menginginkan hal yang lain, maka kulafadzkan maknanya dengan ikhlas. Dan jikalau bisa saya meminta, jangan matikan aku ditempat tidur, ya Allah…biarlah raga ini menjadi humus bagi bumi ini dan jiwaku tetap hidup didalam hati orang-orang yang menyayangiku.

Kembali kudapati diriku yang termenung disini..entah dari tempat ini, kemana hendak kulangkahkan kakiku. Saya ingin mengitari kota Makassar sekali lagi, saya ingin mendapati tiap tiang-tiang langit kota Makassar ini, saya ingin mendapati nuansa pegunungan ketika ragaku tak berada disana..

Dan saya masih di atap GTC, kemana lagi hendak kulangkahkan kakiku setelah ini..ya Allah tuntunlah langkahku, berkatilah hambamu ini, Ya Allah…

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun