Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jejak Bapak, 1965: Arah Mata Angin (9)

25 September 2021   06:19 Diperbarui: 25 September 2021   06:32 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jejak bapak, 1965 : Arah mata angin (9)

Sayyid jumianto


Waktu memjadi seakan sempit dan lorongnya kian keras menjepit. Dendam lama kaum komunis kembali dapat angin segar kala pidato Soekarno menyinggung tentang Nasakom yang ditentang kaum kanan serta Tentara saat itu.


Rakyat dalam kesulitan ekonomi para elit masih saling rebut kekuasaan dan pengaruh dan itulah kenyataannya rakyat dilupakan begitu saja tanpa bisa sambat kepada siapa-siapa. PKI memanfaatkan keadaan ini untuk sekedar pamer kekuasaan dan empati yang semu.

Kesusahan, kemelaratan pertentangan agama dan pertentangan rakyat miskin melawan penguasa kaya semakin kelihatan dampaknya.


Kaum kiri memanfaatkannya dengan janji-janji surga dan imbasnya sungguh kepatuhan pada atheisme yang intens dan kenral. Rakyat lupa bahwa negeri ini pernah terkoyakan oleh tragedi yang sulit terlupakan oleh kita.


Jangan heran ketika semakin bamyak rakyat yang simpati dan pro pada partai kiri ini, hal ini mwnimbulkan keresahan kaum dan parpol nasionalisme dan yang berbasis agama.

 Bagaimanapun trek recors kaum komunis jelas nyata berjuang dengan menumpahkan darah rakyat jelata dengan topeng membela rakyat miskin dan tertindas.

Kegerahan juga tampak dari personel angkatan bersenjata ketika sebagaian anggotanya telah disusupi oleh komunis sehingga membuat pertentangan tajam yang sangat terlihat di ragam berita dikoran angkatan bersenjata yang selalu berbeda dengan koran dari para pendukung PKI kala itu.

Semua serasa menemukan jalannya sendiri melupakan kesepakatan ideologi bersana dulu.

"Susahnya orang di tahun ini tergambar nyata bahwa pertentangan ideologi hanyalah buar hancur semua sisi kehidupan, hidup tak seindah lukisan karena nyata beda dengan polesan cat warna" tulisan bapak disebalik kanvas yang masih bisa aku baca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun