Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Anak Pantai (2)

6 Mei 2021   21:52 Diperbarui: 6 Mei 2021   22:16 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak pantai (2)

Puasa yang benar-benar sepi tidak ada suara mercon di sulut, surau-surau yang sepi, mushola yang hampir senyap dan hilangnya sedikit keceriaan di masjid. Masih ada yang tarawih terbatas,  gurau anak-anak hilang hanya suara Toa yang nyaring serukan adzan magrib saat buka dan suara lantang saat mau sahur.

Corona membuat semakin kelam dan gelap hanya deburan air laut masih kurasakan tempat harapan kami semua. Semua bilang negeri ini makmur karena pantainya yang indah dan hasil ikannya yang melimpah, pandemi ini seakan membalikkan mata aku semua hilang serasa berbekas.

Kapal masih berlayar  entah sampai kapan akan berhenti layarnya. Aku hanya berharap rejeki dari bapak dan aku ikhlas atas semua yang ada saat ini.

Senja di pesisir nampaknya mewakili gundahnya rasa dihati melimpahnya ikan tangkapan semakin buat semua gelisah karena sebab pandemi yang berlangsung membuat semua seakan harus kalah dan mengalah sebelum bertanding. 

Realita hanya pedagang besar dan pabrik pengalengan ikan yang mau menerima hasil tangkapan dengan harga murah sementara semua ikan di bawah kriteria "dibuang " untuk konsumsi loka betapa kejamnya monopoli dipantai ini.

"Semua harusnya ditekuni segala potensi pantai atau hanya sekedar mencari sesuap nasi adalah pilihan nyata" kata bapak padaku. Mengingatkan aku pada galangan kayu tempat aku berlari dan menceburkan diri di pantai indah ini sebelum mesin-mesin industri pariwisata menghabisi semua impian kami.

Apakah harus ku hentikan cita-cita kami karena pandemi ini sungguh aku ingin tetap bisa menatap lagi pagi yang cantik dipantai kami tanpa memikirkan apa yang akan kami makan hari ini.

"Ora ana bodho (lebaran) lik mu, pak dhemu ora iso balik mudik mergo dilarang panerintah saiki nduk," kata simbok memberikan kabar yang tidak enak buatku dan anak-anak panrai kini, karena sedikit angpo, sedikit uang dan oleh-oleh serta berbagi cerita kami harapkan.

"Kita tidak jadi panen mbok?" Tanyaku polos pada simbok.

"Panen opo, suk wong sik neng pantai ora akeh nduk ora ngoyo woro," kata simbok padaku. Benar kapal-kapal di pantai banyak yang gulung layar tidak melaut bukan karena ombak yang ganas tetapi ombak corona yang lebih ganas adanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun