Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Budaya Tumpes Kelor: FPI Antitesis yang Nyata #4

22 Januari 2021   19:58 Diperbarui: 22 Januari 2021   20:13 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Budaya Tumpes kelor: Fpi Antitesa yang nyata

"Pernyataan stand up komedian Panji P yang   membandingkan kiprah FPI dengan ormas keagamaan lain buat orang bertanya maksudnya"

Pernyataan biasa bahwa kiprah ormas ini nyata di tengah masyarakat sehingga tetap di kenang sebagai "ormas baik" dan ini seakan membuat gerah semua yang nyata  berdiri di belakang  "kebaikan bersama" menumpas FPI  sampai akar-akarnya.

Balas dendam politik ternyata masih ada seakan budaya tumpes kelor seperti Orba masih juga di laksanakan di negeri ini, waktu dengan mudah di  buatkan sebuah metide supaya orang atau organisasi kal itu bungkam dan malah di bungkam karena ulasan dan pendapat negatif terhadap pemerintahan yang ada.

Saya menulis bukan saya membangkitkan masa lalu tentang ormas ini tetapi ternyata sekarang benar adanya pemerintahan yang sekarang adalah hampir menyerupai imitasi dari apa yang dinamakan yang menang adalah pemerintahan dan patuh  dan harus mematuhui UU yang dbuat walau menyesakkan dada kita.

Sekali lagi saya bukan pengikut ormas fpi tetapi nadanya inilah budaya yang dulu pernah di lakukan ORBA di jalankan lagi budaya Tumpes kelor karena ormas itu di sinyalir menentang pemerintah dan juga menolak kompromi dengan penguasa yang ada.

Sinyal Kematian demokarasi

Saya bukan membela Panji yang sok memandingkan dengan ormas mapan  itulah keblingernya sang panji tetapi mengapa keduanya sekarang " tidak merakyat" ada benarnya dan itu bukan hanya kilas sang panji saja  tetapi nyata betapa mereka selalu cari jalan aman dengan " sedikit opurtunis" pada pemerintahan yang menang dan partai yang pengusa negeri ini  jalan aman yang nyata!

Lonceng dentang kematian mulai ada karena ada faktor radikalisme, anarkisme dan juga ada faktor penghambat yaitu sikap mental pejabat yang ada sekarang ini tidak mau ada penetangan dan juga tidak mau ada yang bila bersikap  itulah keadaan yang sekarang.

Pandemi ini seakan membuat kerja nyata pemerintah dalam menanggulangi wabah ini bagus adanya dan saya acungi jempol tetapi di balik pembatasan dan impor vaksin ternyata oh ternyata kita tidak merdeka lagi dalam bergerak dialam nyata dan ini bukan rahasia lagi semua tercekam isyu Corona dan pemerintah memanfaatkannya diam-diam menggulung para aktivis dengan atas nama pembatasan ruang demokrasi seperti yang di lakukan di beberapa daerah dengan perda yang disyahkan di masa-masa pandemi ini sebagai contoh perda yang di buat melindungi bangunan dan ruang milik pemerintah  tidak boleh untuk unjuk rasa  sebagai contoh di  Yogyakarta adalah buah dari penegakkan demokrasi di era pandemi ini dan diam-diam disetujui langsung oleh para anggota parlemen  dibeberapa daerah yang ada di negeri ini bukan rahasia umum lagi.

Serius situasi negeri ini yang baru hadapi Bencana harusnya menyadarkan kita betapa bencana bertubi-tubi dinegeri ini bukan hanya salah rakyat saja tetapi mari kita semua berdiri untuk membenahi apa yang salah di negeri ini tentang perkataan, perbuatan kita dan juga keputusan yang baik untuk kita bersama sehingga bisa mereduksi bencana ini karena pemeimpin yang baik tidak menakutkan bagi rakyatnya dan sungguh itu yang kami minta sebaiknya.

Sungguh celotehan Panji sang stand up comedi seakan menyadarkan kita betapa lucu negeri ini boleh kita beda pendapat tetap dengan sepenuhnya berdasar  coridor pancasila dan UUD 1945.

#belajar dari fpi

#antitesa

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun