Di suatu siang yang terik, saya dan teman seperti biasanya menikmati makan siang di sebuah warung makan atau yang lebih dikenal dengan warteg, singkatan dari warung tegal. Menu nasi dengan lauk dan bumbu sudah menjadi menu andalan di warteg. Harga yang murah meriah dan porsi yang lebih dari cukup tentu menjadi idola banyak kalangan, lebih-lebih mahasiswa seperti saya. Sudah menjadi ciri khas dari warung tegal kalau kita dapat langsung memesan makanan tanpa harus membayar terlebih dahulu, sepiring nasi dengan lauknya serta es teh manis segera kami santap dengan lahap.
Tak lama makananpun sudah habis kami santap, setelah beberapa obrolan ringan, kami pun segera berniat untuk membayar.
“sudah bu, saya makan nasi campur, tempe goreng satu, es teh” ucap saya.
“Semuanya jadi Dua belas ribu mas” Kata Ibu penjual.
“Lho, mahal sekali bu” Kami terperanjak kaget, karena harga umumnya di daerah kami tidaklah mencapai semahal itu.
Namun apa daya, nasi sudah terlanjur kami makan terlebih dahulu sehingga kewajiban kami adalah membayarnya walaupun ada perasaan menjadi pihak yang dirugikan.
Kejadian seperti itu tidaklah terjadi sekali dua kali, namun acapkali terjadi di warung-warung makan lain. Sontan teman saya nyeletuk
“ Kalau dipikir-pikir, KFC itu lebih syariah dari warteg. Karena bukankah lebih baik bayar dulu baru kita boleh menikmati barangnya, bukan sebaliknya.”
Hmm.. pemikiran ini walaupun terkesan nyeleneh tapi cukup penting juga. Bukankah Islam juga mempunyai aturan dalam hal jual beli? Bukankah dalam Ekonomi Islam bahwa jual beli yang halal adalah jual beli yang saling menguntungkan, jujur, dan tidak ada pihak yang terdholimi?
Dalam akad murabahah (jual beli), rukun jual beli ada 3 yaitu :