Mohon tunggu...
Alpistasedo Pelawi
Alpistasedo Pelawi Mohon Tunggu... Penulis - Sudah menerbitkan sebuah novel dan dua buku puisi

Sedang mengerang rindu dalam mengarang cinta..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Anak yang Malang

22 Mei 2020   02:04 Diperbarui: 22 Mei 2020   02:12 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang ibu meninggalkan anaknya di tepi jalan. Karena terlalu ramai, tak seorang pun memperhatikan. Lagipula, si anak umur lima tahun tak menangis. Tenang saja ia menjilati eskrim coklat itu sambil melihat kendaraan lalu-lalang. Biasanya, ibunya selalu mencubit dan memukuli tiap kali ia minta dibelikan eskrim. "Kau kira uang bapakmu banyak? Untuk belanja saja selalu kurang!", geram ibunya. Sore itu tidak. Ibunya mendadak mengajaknya naik ke boncengan sepeda motor yang dipinjam dari tetangga, lalu mereka bergegas ke mini market dan ibunya langsung memberinya sepotong eskrim ukuran paling besar. Tentu saja ia tak curiga. Anak sekecil itu belum mengerti perihal niat jahat. Ia percaya ibunya benar-benar hanya pergi sebentar. Padahal bukan. Ibunya tak'kan kembali.

Berjam-jam anak itu berdiri di sana. Tak selangkahpun pindah kakinya. Warga sekitar yang menawarkan makan-minum pun ditolaknya. "Nanti ibu marah", jawabnya polos.

Langit jadi gelap dan ia mulai menangis. Tapi ditahannya dalam isakan. Ia takut dimarahi ibunya bila tiba-tiba ibunya datang dan mendapatinya tengah menangis di hadapan orang-orang. Memang, apapun yang dilakukannya selalu berakhir dengan omelan dan hukuman ibunya.

Pelan-pelan kemudian ia jongkok. Lampu kota kian cemerlang dan kendaraan yang melintas semakin berkurang. Energi dari eskrim coklatnya tak mampu membuatnya menunggu lebih lama. Anak itu lalu duduk di atas sendalnya, sebab tak ingin dicereweti ibunya karena celananya kotor. Tanpa sadar ia tertidur beralaskan debu aspal.

Esoknya ia terkejut karena terbangun di ruangan asing. Mirip Rumah Sakit karena serba putih dinding dan lantainya. "Hai, adik manis!", sapa seorang perempuan cantik, "Selamat datang di Surga!". Anak itu panik dan meloncat dari ranjang. Ia berlari tak tentu arah seperti mencari jalan ke luar. "Mana ibuku?", ucapnya bercampur air mata. Dengan lembut si perempuan cantik membalas, "Ibu kamu tak ada di sini, adik manis". Jawaban itu membuat tangisnya makin deras. Sambil meronta ia menarik-narik gaun perempuan itu, "Mana ibuku? Aku mau ibuku juga masuk Surga!". Si perempuan akhirnya menyuntik anak itu agar bisa tertidur tenang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun