Mohon tunggu...
Fika Afriyani
Fika Afriyani Mohon Tunggu... Freelancer - Asisten Peneliti

Ruang latihan menulis

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Mencari Petani Rumput Laut di Kep. Seribu

3 Mei 2016   12:14 Diperbarui: 3 Mei 2016   12:26 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teluk Jakarta dengan segala kondisi dan permasalahannya menyimpan banyak cerita di belakangnya. Kali ini yang akan Saya tuliskan adalah mengenai usaha rumput laut di Kepulauan Seribu. Bila membahas mengenai petani rumput laut di Kepulauan Seribu, masyarakat lokal mengarahkan Saya dan rekan Saya kepada Bapak Mulyadi atau yang lebih dikenal dengan Pak Amung. Sayangnya beliau tidak dapat kami temui karena sedang mengantar istrinya yang sedang sakit ke daerah Tangerang. Namun kami berhasil menemui keluarga beliau di Pulau Panggang yang menceritakan mengenai perjalanan usaha Pak Amung dalam melestarikan usaha budidaya rumput laut sejak tahun 1980-an.

Sejak era tahun 80an usaha budidaya rumput laut menunjukkan hasil yang sangat positif, sehingga banyak masyarakat lokal yang juga melakukan budidaya rumput laut tersebut. Mereka merasakan adanya peningkatan secara ekonomi karena hasil panen yang yang dirasakan sangat melimpah. Usaha budidaya rumput laut sempat mendominasi mata pencaharian di Kepulauan Seribu, khususnya Pulau Panggang, Pulau Pramuka, Pulau Pari dan Pulau Kelapa hingga pertengahan era 1990-an. Hasil olahan rumput laut tersebut dijual kepada para wisatawan di pulau-pulau yang menjadi tujuan wisata utama di Kep. Seribu,n seperti P. Pramuka, P. Pari, dan P. Tidung

Namun, memasuki tahun 2000 mulai dirasakan adanya penurunan hasil panen, bahkan saat ini kondisi usaha budidaya rumput laut di Kepulauan Seribu bisa dikatakan hampir mati. Para pelaku budidaya merasa kondisi air laut sekarang sudah tidak memadai untuk pertumbuhan rumput laut. Bahkan, keluarga Pak Amung yang masih berusaha untuk melanjutkan usaha tersebut sudah harus "mengimpor" bibit dari daerah Lampung atau Sumatra lainnya untuk dibudidayakan kembali atau untuk diolah kembali menjadi produk olahan seperti dodol dan manisan.

Kondisi tersebut sebenarnya dapat disebabkan karena adanya penurunan kualitas air laut di lokasi budidaya. Bisa jadi karena semakin banyaknya sampah. Kesadaran masyarakat baik lokal ataupun pengunjung mengenai membuang sampah tidak di laut masih sangat memprihatinkan. Misalnya para pedagang makanan seperti baso, atau minuman dingin yang berlokasi di pinggir pantai..mereka masih menggunakan plastik dan membuang sisanya ke laut, atau air sisa atau bekas masakannya pun masih dibuang ke laut. Hal tersebut sangat miris bila kita melihat bahwa yang melakukan hal itu adalah para penduduk pulau itu sendiri, yang mana merekalah yang juga merasakan akibat dari tersemarnya air laut, sehingga penghasilan sumberdaya alam seperti perikanan dan rumput laut sulit untuk bertahan.

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun