Mohon tunggu...
Ade Hermawan
Ade Hermawan Mohon Tunggu... Administrasi - Ora et Labora

An Ordinary Citizen of Indonesia, civil engineer, social-preneur, youth of the nation.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Nalar Galau Omnibus Law

6 Maret 2020   13:43 Diperbarui: 7 Maret 2020   08:07 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat untuk Demokrasi berdemonstrasi menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja di depan Gedung DPRD Kota Malang, Senin (24/2/2020).(KOMPAS.COM/ANDI HARTIK)

Pada RUU Ciker memang ada menyentuh problem yang kedua, yakni inefisiensi birokrasi, yaitu bagaimana perizinan-perizinan untuk berusaha di-shortcut ke pemerintah pusat. Tapi langkah ini juga problematik, setidaknya menurut Bivitri Susanti, pakar hukum tata negara, sebab ada kecenderungan upaya berbalik lagi ke sistem sentralisasi.

Misalnya, di pasal 166 yang mengubah UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, di mana Peraturan Pemerintah (PP) akan melampaui kewenangannya karena dapat mencabut perda provinsi dan kabupaten/kota, dan juga adanya keharusan memaknai pembagian urusan pemda sesuai dengan RUU Ciker ini.

Ini bisa dikatakan sebagai ‘langkah mundur’ sebab desentralisasi yang kita nikmati hari ini merupakan hasil perjuangan dan amanat suci reformasi.

Lebih jauh lagi soal pertumbuhan ekonomi, Faisal Basri meyakini bahwa strategi untuk memacu pertumbuhan ekonomi setidaknya ada tiga, yaitu Penguatan Basis Ekspor, Subsidi Impor, dan Massive Job Creation.

Tapi dalam RUU Ciker ini malah tak ada strategi perkuatan basis ekspor apalagi kebijakan subsidi impor. Soal massive job creation juga kabur, lapangan kerja yang tercipta nanti untuk pekerja asing atau pekerja pribumi atau keduanya dipasrahkan saja kepada mekanisme pasar: tarung bebas. Kuat-kuatan bekingan.

Jadi, kalau penyusunannya tertutup dan hanya melibatkan perwakilan pengusaha saja tanpa serikat pekerja, dan dalam pasalnya ada misskonsepsi hukum, tidak ada penguatan basis ekspor cum subsidi impor, dan tidak ada batasan pemilikan konsesi atas tambang dan perkebunan, ditambah pelonggaran terhadap rambu-rambu yang mengatur dampak lingkungan, maka hanya ada satu tanya:

Dari siapa, oleh siapa, dan untuk siapa Omnibus Law Ciker ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun