Mohon tunggu...
Alpaprana
Alpaprana Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Jika arwah sang penyair, dan setumpuk kesedihan pecinta sastra mengalir di urat nadi, maka ijinkanlah aku mencumbui setiap mata yang membaca rangkaian kalam rahsa alpaprana (aksara biasa), sampai terbenamnya bahasa penaku di keabadian sulbi makhluk berkulit tanah, sebelum tiupan sangkakala memanggil, menyentuh udara kiamat, hingga membangunkan seisi jagad raya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Seperti Memahatkan Rasa Warna di Matamu

5 Mei 2016   22:22 Diperbarui: 6 Mei 2016   10:36 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti memahatkan rasa warna di matamu ; Belumlah sepenuhnya ujung jiwa menikmati hangatnya kerling manis di artimu, dari luar arah menembus langit, detik demi detik membawa kedua langkahku menaiki keretakan kabut, menjemputmu yang semakin terlelap dalam buaian mimpi di pekatnya ruang galaksi lembut.

Jauh, wajah murungku menengadah, larut ke pusar nebula yang bercambah, sampai setengah akalku memikirkan kegagalan (kita). Akan tetapi, pijakanku masih terus bertahan, mengubur lelah untuk kisah yang megah, menumpuk kepingan-kepingan jantung yang terengah, dan berdiri di hadapan udara bertanah, kemudian menuntun asamu menapaki kelurusan arah.

Seperti memahatkan rasa warna di matamu ; Pertemuan kita diiringi sekitaran yang bergelimang pesona. Anggun air mata alam mengalir dari bunga-bunga meteor yang benderang, beterbangan menyirami kekeringan di garis-garis terdalam akar kerinduan, mengusung kemesraan, mengagumi cinta yang semestinya di sepasang dua mata insan.

Masih jauh. KarenaNYA, akal warasku melampaui batas ilusi malam tiada ujung. Dengan meniadakan keletihan raga, kemurnian rasa tetaplah mengalir santun, mengeja titik demi titik rasi bintang yang terhimpun, hingga kemurnian napas perlahan menemukan makna galaksi nan anggun, pun jiwamu mengikrarkan kasih (kita) di ruang peka udara, menyibak tirai pekatnya debu-debu kesedihan yang tertimbun.

Seperti memahatkan rasa warna di matamu ; Tiada kesalahan jika cinta mengecap kisah (kita) sebagai warna yang dirasa denyut nadi sukma. Seperti saat tertidur lelap, apa yang tertuang di galaksi ialah cinta yang hanya dipahatkan oleh jantung insan yang mengasihi kekasih tanpa keinginan terkasihi, sampai saat pasir waktu berbisik lirih, segala titik-titik rasa yang bersinar terang kan mengembang indah, menggemakan nada kerinduan di langit berawan tenang, menemukan (kita), dan terbangunkan di jalanNYA, di dalam nyata hidup yang menghidupi kehidupan dunia.

[caption caption="Rasa warna di matamu (Kolaborasi with Kharisma Amalia)"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun